Header Ads

PFDA 2020 Akhiri Cerita Lewat ‘Seruang Tak Seangan’

Sesi tanya jawab dengan sutradara film "Narimo" Annajm Islamay Wishesa

Gedung Societet yang terletak di Taman Budaya Yogyakarta tampak ramai pada hari Minggu (1/3). Beberapa pengunjung terlihat enggan beranjak pulang untuk mengucapkan selamat kepada anggota KSM Avikom yang sukses menyelenggarakan Pemutaran Film Diksar Avikom (PFDA) 2020. Pada pagelaran kali ini, tema Seruang Tak Seangan dipilih untuk mewakili 3 film karya anggota baru Avikom. Kebudayaan dan sosial menjadi fokus utama dari ketiga film yang diputarkan secara perdana tersebut.

Film yang berjudul “Lastini” menjadi film pembuka dari PFDA 2020. Film tersebut menyuguhkan konflik batin seorang perempuan yang menyadari bahwa ia tengah hamil dengan pacarnya. Ketidakjelasan sang pacar mengenai hubungan serta sulitnya mengutarakan kebenaran kepada kedua orang tua membuat sang perempuan sering menangis. Permasalahan lain muncul karena keluarga sang perempuan merupakan keluarga yang menganut tradisi weton secara turun temurun. Weton merupakan hari kelahiran seseorang menurut tanggalan jawa. Seringkali istilah weton akrab digunakan untuk menunjuk ramalan bagi sepasang muda mudi yang akan menikah. 


Dalam keterangannya, sutradara film “Lastini” Adilista Athaya M, menyebutkan bahwa tradisi weton hingga saat ini masih melekat kuat dan begitu dekat dengan keseharian masyarakat, khususnya di Pulau Jawa. Pada akhir cerita dikisahkan bahwa sang perempuan batal menikah dengan pacarnya dikarenakan tanggalan weton keduanya tidak cocok. Kedua orang tua mereka pun tidak mau melanggar tradisi weton tersebut.

“Narimo” menjadi film berikutnya yang ditayangkan. Unsur komedi menjadi ciri khas dalam film yang mengisahkan kehidupan seorang laki-laki yang hidup sendirian. Film yang sengaja dibuat dengan adegan yang sama secara berulang ini menuturkan kerinduan seorang ayah kepada anaknya setelah ia bercerai dengan istrinya. Setiap hari, ia selalu mengirimkan pesan kepada anaknya. Namun, tak satupun pesan tersebut dibalas. 

Annajm Islamay Wishesha, selaku sutradara film, mengatakan pemilihan lokasi yang terbilang sedikit menyebabkan hampir seluruh adegan dilakukan di dalam sebuah rumah. Selain itu, baginya rumah merupakan tempat yang paling intim. Rumah adalah tempat merenung dan tempat kembali disaat seseorang tengah dalam keadaan terpuruk. “Pengulangan beberapa adegan sengaja dilakukan agar penonton dapat mengetahui bagaimana perkembangan konflik dalam film ini” tuturnya menambahkan.
Salah satu booth foto di acara PFDA 2020 yang  bertajuk "Seruang Tak Seangan"


Film penutup dari PFDA 2020 ialah film berjudul “Nunut”. Konflik yang tersaji dalam film ini terbilang berbeda dari kedua film sebelumnya. Asisten Sutradara, Astri Hastiningrum mengatakan bahwa timnya sengaja membuat film dengan makna tersirat sebagai kritik bagi pemerintah lewat kehidupan masyarakat sehari-hari

“Nunut” menceritakan kisah seorang ibu yang tinggal dengan bayinya seorang diri. Ia dan bayinya terpaksa hidup di bawah garis kemiskinan. Di lingkungan tempat ia tinggal diberlakukan sistem pembayaran untuk setiap sampah yang diangkut. Diam-diam, ibu tersebut membuang sampah miliknya di tempat sampah milik tetangga. Rumah tetangga yang kaya raya tersebut berada persis di depan rumah sang ibu. Konflik mulai terasa saat tetangganya curiga dengan sampah berisi popok bayi. Padahal, ia tidak memiliki seorang bayi. Merasa tersudutkan, sang ibu lantas mengakui dirinyalah yang membuang sampah tersebut. Masih dalam suasana saling berseteru, ia lantas berkata “Kalau saya tidak bayar iuran sampah, lantas sampah saya mau dibuang kemana?” ujar sang ibu.

Menanggapi ending dari film “Nunut”, Astri mengatakan bahwa ia sengaja membuat akhir cerita yang menggantung. “Akhir cerita sengaja kami buat menggantung. Selanjutnya, kami serahkan kepada penonton bagaimana menginterpretasikannya. Hal tersebut juga bermakna bahwa kami menanyakan keseriusan pemerintah dalam persoalan ini” ujar Astri menambahkan. 

Tepuk tangan mengakhiri rangkaian acara PFDA 2020. Ketua Pelaksana, Riyadh Syihabuddin, menyampaikan harapan besar bagi ia dan teman-teman Avikom yang lain agar terus semangat berkarya serta mengembangkan potensi yang mereka miliki. Ia pun tak menampik banyaknya hambatan serta rintangan yang dihadapi oleh panitia PFDA 2020, baik secara teknis, maupun non teknis. 

Hal senada juga diutarakan oleh Aditya Putra Qubail. Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2019 yang turut hadir dalam acara PFDA 2020 tersebut juga mengapresiasi film yang telah ditayangkan oleh KSM Avikom. “Semoga teman-teman Avikom dapat terus berkarya dan menciptakan film-film keren lainnya.” tutur Aditya. (Hasna Fadhilah)

Editor: Mohamad Rizky Fabian




Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.