Header Ads

Aksi Gugat Putusan MK, Massa Riuh Gaungkan "Bangun Oposisi Rakyat"

 

Orator menyuarakan aspirasinya dalam aksi demonstrasi massa gugat putusan MK. (Sumber: Latri Rastha Dhanastri)

Yogyakarta, SIKAP – Aliansi Masyarakat Gabungan berkumpul di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu, (24/4/2024). Mereka menyindir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan mengkritisi tindakan KPU yang telah menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. 

Massa mengaku kecewa terhadap tindakan partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak kritis terhadap kecurangan Pemilu 2024. Sembari menyerukan sindiran, massa juga membawa poster-poster berisi kritikan misalnya, seperti “Slogan Pemilu KPU, Rakyat Berdaulat, Negara Kuat. Tenane? ojo-ojo Nepotisme berdaulat keluarga koe tambah kuat?” dan  “Stop Politisasi Bansos”.

“Masyarakat harus menunjukkan taringnya, sebab tidak ada partai yang benar-benar beroposisi pada rakyat!” tegas salah seorang orator.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid yang turut hadir dalam aksi tersebut mengungkapkan, sepakat bahwa proses Pemilu 2024  tidak transparan dan merujuk tanda-tanda munculnya era otoriter. 

Hal ini dibuktikan dengan temuan fakta di lapangan. Pertama, pelanggaran syarat usia capres dan cawapres yang mendadak diubah saat proses pemilu. Kedua, penyalahgunaan sumber daya manusia (SDM) berupa politisasi bansos yang diberikan oleh presiden membuat harga beras anjlok berhari-hari. Ketiga, intimidasi dari penegak keamanan yang dialami oleh akademisi perguruan tinggi seperti dosen dan guru besar.

“Pemilu ini akan seperti masa Orde Baru. Pemerintah lahir dari sistem pemilu tetapi praktik dan kebijakannya anti demokrasi dan anti partisipasi rakyat,” ujar Usman. 

Menurutnya, Indonesia sedang memasuki fase kedaruratan demokrasi yang sangat genting. Meskipun demikian, Usman memuji putusan Hakim MK (Saldi Isra, Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat) yang berani mengakui tindak kecurangan pada Pemilu 2024. Demokrasi Indonesia mengalami degradasi dengan adanya praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang tampak dicontohkan oleh Presiden Joko Widodo.

”Kita (rakyat) harus kembali memperjuangkan demokrasi yang lebih konkret, bisa melindungi hak asasi manusia (HAM), seperti yang dilakukan oleh para pendahulu kita Aktivis 98,” ucap Restu Baskara dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Yogyakarta.

Unjuk rasa kali ini tidak dihadiri oleh banyak mahasiswa. Mengetahui hal itu, Restu berharap mahasiswa bisa lebih peka terhadap situasi politik di negeri ini.

”Seharusnya ada respon yang lebih besar dari mahasiswa agar ikut serta terhadap rezim yang berkuasa saat ini. Sudah saatnya mahasiswa kompak bersuara,”ujar Restu. (Latri Rastha Dhanastri)

 

Editor: Ikhsan Fatkhurrohman Dahlan


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.