Eksistensi Buku Analog dan Digitalisasinya
Ilustrasi buku analog. (Sumber: Pixabay.com) |
Praktis, mudah,
dan cepat menjadi beberapa aspek penting di era modern sekarang ini. Hal itu
terjadi pada digitalisasi buku cetak
atau biasa disebut dengan e-book. Hadir untuk mengurangi
hambatan membaca buku cetak, e-book menjadi alternatif agar siapa pun dapat
mengunduh dan membaca buku secara mudah dari
mana saja.
Fenomena maraknya
e-book disampaikan oleh Beryl, salah satu
anggota komunitas Radio Boekoe sejak tahun
2018. "Saya pikir kehadiran buku cetak harus dibarengi
dengan adanya e-book. Jadi versi offline ada, versi online juga
ada," ucapnya.
Selain
itu, Ahmad pemilik Toko Buku Theotraphi turut memberikan pendapatnya. Ia mengaku
suka membaca buku cetak ketimbang e-book. “Menurut saya membaca dan
mempunyai buku cetak itu kesannya mahal sebab bisa dijadikan konsumsi pribadi
dan photogenic utamanya bagi anak muda. Jadi saya kurang suka,” tuturnya.
Berkebalikan dengan Ahmad, Beryl tidak terlalu mempersalahkan bentuk. Keduanya sama-sama menjawab rasa penasaran terhadap isi buku. Ia mengungkapkan bahwa dirinya lebih
suka buku cetak karena
ada kesan pengalaman membacanya, sedangkan hal
tersebut tidak ditemukan pada saat membaca e-book.
Akses
e-book sudah
digunakan oleh sebagian besar pendidikan di Indonesia. Beryl menerangkan bahwa dirinya sering
menjumpai buku daring untuk pembelajaran dalam jumlah yang banyak. "Penggunaan e-book
itu banyak digunakan pelajar. Anak muda sekarang kan suka yang praktis. Contoh
saja i-pusnas milik perpusnas dan e-library yk," ujar lelaki alumni Institut Teknologi Sepuluh November ini.
Membaca buku cetak
memiliki kesan tersendiri dibandingkan buku digital. Benda itu bisa disentuh
dan tidak merusak mata. Sedangkan, buku digital mengandalkan jaringan internet dan tidak ramah bagi
mata. Oleh karena itu, pasar buku daring dan buku cetak berbeda. Hal ini disampaikan
pula oleh Ahmad. Ia sepakat bahwa buku fisik bisa dijadikan koleksi,
ada bau khasnya, dan bisa dipegang. Menurutnya,
e-book tidak mengganggu buku cetak yang sudah ada, asal tidak di bajak saja.
Membahas soal
pembajakan buku melalui situs internet,
Ahmad
mengecam tindakan tidak terpuji oknum yang sengaja melakukannya. Lelaki lulusan filsafat Universitas Islam Negeri
Bandung ini mengungkapkan, "E-book ada untuk
mempermudah arsip buku cetak. Manfaatnya bisa sampai ke masyarakat pelosok yang
memiliki hambatan. Misalnya saja, kalau buku perpustakaan mereka kurang
lengkap, membaca buku tetap mudah bila ada opsi buku digital. Bukannnya mempermudah
masuknya buku bajakan."
Ahmad menambahkan
buku imitasi hadir untuk mereka yang ingin mendapatkan buku dengan cara cepat
demi kepentingan tertentu saja. Mirisnya,
penjual buku bajakan menyasar pada para pelajar. Sebenarnya pesaing dari
pedagang buku cetak original
bukan penjual e-book,
melainkan distributor buku bajakan yang mampu mematikan harga buku. Meskipun begitu, toko buku seperti
Theotraphi milik Ahmad tetap
ramai dikunjungi.
Pada dasarnya, baik e-book maupun buku
analog sama-sama memberikan ilmu bagi para pembacanya. Bergantung pada selera setiap orang dan
disesuaikan pada masing-masing kebutuhan,
lebih nyaman membaca buku cetak atau e-book. “Menurut saya orang yang
bijak itu tidak akan membeli buku bajakan. Bebas ingin membaca buku e-book
ataupun buku cetak, tidak ada masalah. Mereka yang menghargai pengetahuan akan
merasa puas bisa membaca buku asli meskipun harus mengeluarkan banyak uang,” tutup Ahmad. (Latri Rastha
Dhanastri)
Editor: Dias Nurul Fajriani
Tulis Komentarmu