Header Ads

Clara Ng Kenalkan Budaya Tionghoa Lewat Novel Dimsum Terakhir


Novel Dimsum Terakhir karya Clara Ng. (Sumber: althesia.com)

Identitas Buku

Judul: Dimsum Terakhir

Penulis: Clara Ng

ISBN: 978-979-22-7952-8

Terbitan: Cetakan Ketiga 2012

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Clara Ng mengenalkan budaya Tionghoa di Indonesia lewat keluarga kecil dari proses amalgamasi. Secara unik dan menarik, buku ini mengajak pembaca untuk mengetahui bagaimana kehidupan empat gadis kembar setelah mereka menginjak usia dewasa. Penulis juga mengupas isu-isu rasisme, diskriminasi, dan sosial yang dialami oleh masyarakat Tionghoa.

Cerita bermula dari seorang ayah yang hidup sendiri setelah semua anaknya merantau untuk menunjang kehidupannya masing-masing. Semuanya berubah saat sang ayah jatuh sakit dan dokter mendiagnosa umurnya tidak akan lama lagi. Siska, Indah, Rosi, dan Novera anak-anak dari Nung mau tidak mau harus bergantian menjaga ayahnya di rumah sakit. Meskipun kembar, mereka tidak memiliki banyak persamaan kesukaan, bahkan sifat mereka saling bertabrakan.

Keunikan dari cerita yang ada pada novel ini adalah tidak dominan pada satu tokoh saja. Pembaca diajak untuk mengetahui satu per satu sifat, kebiasaan, dan tingkah laku setiap tokoh.

Siska si anak pertama

Memiliki sifat pantang menyerah, berani, cerdas dan tegas. Siska lebih menonjol di antara saudara-saudaranya. Sama seperti anak pertama pada umumnya, sifat Siska keras kepala dan tidak ingin merepotkan keluarganya. Siska adalah definisi wanita karir yang sesungguhnya. Meskipun tergila-gila akan uang, ia tak akan pernah menunjukkan egonya di depan adik-adiknya. Saat dewasa, Siska bekerja sebagai pengusaha sukses yang berhasil memiliki banyak cabang di luar negeri.

Gadis sastra yang bekerja sebagai jurnalis media

Berbeda dengan kakaknya, Indah bersifat lemah lembut dan menyukai tulisan sastra. Dirinya tekun menggiati dunia kepenulisan hingga berhasil menerbitkan buku yang mendapat gelar best seller. Indah adalah gadis penurut di keluarganya, selalu mengutamakan family time, dan sifatnya sangat keibuan. Indah selalu sabar dan tulus dalam melakukan setiap perkara. Selain menjadi penulis, Indah juga bekerja sebagai jurnalis media yang siap menerima liputan apapun. Atasannya mengenal sebagai wanita yang tekun dan punya etos kerja tinggi.

Rosi anak ketiga yang tomboy

Ia sama sekali tidak berperawakan seperti perempuan. Di dalam novel tersebut Rosi dewasa bekerja sebagai penjual bunga hias yang tinggal di dataran tinggi bersama anjingnya. Rosi sangat menyukai pemandangan alam dan suasana hening yang jauh dari kehidupan duniawi para manusia.

Si bungsu kesayangan Nung

Novera, anak terakhir yang memiliki banyak permasalahan sejak ia masih bayi. Dia anak yang cukup pendiam. Jika dibandingkan ketiga kakaknya, perangainya lembut dan tidak suka berbasa-basi. Sikapnya tenang, menghanyutkan dan cenderung suka dengan sebuah perbedaan.

Hal menarik lainnya yaitu, Clara Ng memaparkan tradisi-tradisi Chinese seperti: Cap Go Meh dan Imlek, pamali, tata cara sembahyang di klenteng, hingga apa arti warna merah yang sering terlihat di rumah-rumah orang Tionghoa. Selain itu, masih banyak lagi edukasi yang tertulis dalam novel ini. Penulis juga menjelaskan tentang suka-duka sebagai orang Tionghoa yang hidup di tengah-tengah etnis dan agama yang beragam di Indonesia khususnya saat pemerintahan orde baru.   

Di dalam novel ini setiap tokoh memiliki banyak konflik yang sulit untuk dituntaskan secara gamblang. Clara Ng memainkan perasaan para pembaca dengan menunjukkan fakta mengejutkan dari setiap tokohnya. Saat Nung mengetahui anak-anak bersedia menjaganya di rumah sakit, ia  berkeinginan untuk melihat menantunya sebelum tutup usia. Tentu hal tersebut berat dan tidak main-main. Dalam etnis Tionghoa, orang tua adalah sosok yang sangat dijunjung tinggi dan ucapannya wajib dituruti oleh semua anaknya.

Di samping itu, satu demi satu masalah bermunculan. Siska terlibat skandal di perusahaannya karena tidur bersama klien dan ternyata ia mendapat pengaduan serius dari pria tersebut. Indah yang melanjutkan hidupnya setelah dikecewakan oleh seorang pastur hingga merawat bayi dan membesarkannya sendirian. Rosi yang berusaha mempertahankan kodratnya sebagai perempuan feminim dengan berbagai cara, tetapi di sisi lain jiwa lelakinya terus-menerus ingin diakui keberadaannya di dunia. Rosi bahkan menyukai wanita, pada cerita tersebut ia merupakan seorang lesbian. Si bungsu Novera yang awalnya memutuskan menjadi kristiani mendadak berpikiran menjadi biarawati setelah merasa hidupnya sebagai wanita tak pernah utuh. Hal tersebut dikarenakan ia menjalani operasi pengangkatan rahim saat usianya masih kanak-kanak. Padahal, ada seorang pria yang mencintainya dengan tulus hati tanpa memandang latar belakang Novera.

Seperti kata pepatah, di setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Meskipun harus mengalami hantaman masalah yang tak ada habisnya, pada akhirnya mereka bisa menyelesaikan bersama-sama, bantu-membantu, dan saling peduli. Di akhir cerita pembaca akan diliputi suasana haru keluarga yang harmonis. Sang Ayah menghembuskan napas terakhirnya dengan damai di hari Imlek. Tak ada yang menemaninya di rumah sakit. Pada saat yang sama anak-anak Nung tengah berdoa dan membuat sebuah dimsum. Sebagai kudapan khas Chinese yang bermakna, dimsum adalah simbol penghormatan anak muda kepada yang lebih tua. Maka dari itu, buku ini diberi judul dimsum terakhir. Persembahan Siska, Indah, Rosi, dan Novera kepada ayah hebat mereka. (Latri Rastha Dhanastri)


Editor: Dias Nurul Fajriani

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.