Header Ads

Citayam Fashion Week, Kreativitas yang Dapat Berpotensi Negatif

Ilustrasi Citayam Fashion Week. (Sumber: Anggun Falufi Eriyanti)

Fenomena catwalk di jalan raya tengah menjadi buah bibir perbincangan warganet di media sosial. Berawal dari Citayam Fashion Week (CFW) yang diinisiasi para remaja asal Citayam, Bogor, dan Depok, fenomena ini lantas menjamur di tanah air. Banyak warganet yang memberikan komentar dan kesan mereka mengenai pagelaran fashion show jalanan ini. Beragam komentar pun menghiasi laman pencarian Citayam Fashion Week. Mulai dari komentar pro hingga kontra.

Fenomena yang berawal dari kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat ini memang tengah menjadi sorotan banyak orang. Beberapa warganet menganggap fashion show jalanan ini adalah tren positif yang dapat menjadi wadah bagi para remaja untuk mengekspresikan minat dan bakat mereka. Namun, di balik kesan positif tersebut, beberapa warganet melontarkan anggapan berbeda. Mereka menganggap CFW sebagai masalah baru yang dapat mengganggu ketertiban umum. Hal ini karena pagelaran diadakan di jalan raya yang ramai akan lalu-lalang kendaraan. Tak hanya itu, masalah sampah yang berserakan di sekitar tempat berlangsungnya acara ini juga turut menjadi keluhan.

Dari segala keluhan warganet tersebut, Avia Rahmania, seorang akademis di bidang Sosiologi mencoba menjabarkan lebih rinci atas fenomena CFW ini. Ia mengatakan fenomena ini sangat bagus untuk menjadi wadah berekspresi remaja dalam hal berpakaian. Namun, ia tidak menafikkan potensi negatifnya.

“Sampah berserakan di mana-mana, orang tidur di jalanan, tempat tersebut jadi tidak asri, kemacetan, bibit LGBT, dan kebebasan berpakaian yang semakin mengarah ke pakaian terbuka,” jelas Avia.

Avia menambahkan gaya berbusana para remaja CFW telah banyak menyimpang dari budaya Indonesia yang ketimuran. Dari beberapa remaja laki-laki yang berpakaian layaknya perempuan dan terang-terangan menyukai sesama jenis merupakan contoh yang Avia sebutkan.

“Ini akan menjadi contoh bentuk penyimpangan, fenomena yang viral di media sosial, dan terus menerus diunggah di media sosial tentunya akan berbahaya bagi semua kalangan, khususnya bagi remaja,” jelasnya.

Menimbang dan meninjau lebih banyaknya dampak negatif dari Citayam Fashion Week, Avia berpendapat fenomena ini harus segera dikaji ulang. “Ini (Citayam Fashion Week) merupakan masalah yang besar karena sudah jelas banyak dampak negatifnya. Apabila CFW ini diteruskan, akan menjadi hal yang semakin serius. Satu-satunya cara untuk mengatasi, ya dengan membubarkannya,” paparnya kepada reporter Sikap.

Dipandang dari sudut yang berbeda, Syiva Pramuji Budi Astuti, mahasiswa Hubungan Masyarakat UPN “Veteran” Yogyakarta mengatakan hal yang berbeda. Dalam webinar bertajuk “Beyond Citayam Fashion Week” yang dilaksanakan pada Kamis (4/8/2022) lalu, ia mengatakan fenomena ini bisa menjadi peluang bagi kemunculan peradaban baru, memajukan industri fashion, dan menjadi ladang bagi para pelaku UMKM. Meski mendukung, ia juga tidak menutup mata memang CFW ini juga riskan akan isu LGBT, ketertiban lalu lintas, dan permasalahan sampah yang berserakan.

Menyikapi adanya dampak negatif atas fenomena ini, Syiva mencoba memberikan solusi dari sudut pandang public relations. Ia mengatakan bahwa ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menyikapi Citayam Fashion Week. Salah satu poin yang ia sampaikan adalah mengenai community management. “Manfaat utamanya (community management) adalah memberikan regulasi dan keabsahan di mata publik maupun hukum,” ujarnya.

Ia menambahkan apabila poin ini dilaksanakan dengan benar, menurutnya, ketertiban dapat diwujudkan. “Ketika community-nya sudah di-manage, ketertiban akan terwujud. Baik ketertiban lalu lintas, ketertiban dalam membuang sampah, ataupun ketertiban-ketertiban lain,” jelas Syiva. (Anggun Falufi Eriyanti)

 

Editor: Yahya Wijaya Pane

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.