Header Ads

Tradisi Kondangan Bakdan

Oleh : Kristi Dwi Utami

Tradisi Kondangan Bakdan menjadi salah satu tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat Desa Giriwarno, Kecamatan Girimarto, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah dalam rangka mengakhiri Bulan Suci Ramadhan. Tradisi ini sudah berlangsung lebih dari satu abad lalu. Apakah sebenarnya makna Kondangan Bakdan ini ?

Setelah berhasil menyelesaikan ibadah puasa selama sebulan penuh, masyarakat tentu memiliki berbagai macam cara untuk mensyukurinya. Seperti halnya warga Desa Giriwarno yang sejak pagi antusiasnya sudah mulai terlihat untuk menyambut hari spesial ini. Pasar-pasar dan warung penuh sesak oleh pembeli yang ingin membeli keperluan untuk Kondangan Bakdan. Sepulang dari membeli barang-barang keperluan kondangan, para ibu menyibukkan dirinya seharian penuh untuk memasak. Lalu menjelang adzan magrib para kepala keluarga atau yang mewakili berkumpul di rumah sesepuh desa untuk melaksanakan tradisi ini.

Setelah selesai didoakan tumpeng, lauk pauk dan apem akan saling ditukarkan, 25/6. (Kristi Dwi Utami)

Paimin (72), salah satu sesepuh Desa Giriwarno mengatakan bahwa yang harus dipersiapkan untuk Kondangan Bakdan adalah nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauknya serta apem. Setelah selesai didoakan tumpeng, lauk pauk dan apem kemudian ditukar-tukarkan. “Tumpeng disini melambangkan manusia. Untuk ujungnya yang lancip ke atas menggambarkan hubungan manusia dengan Sang Pencipta, sedangkan pangkal tumpeng yang lebar melambangkan hubungan masyarakat dengan sesamanya yang ada di dunia,” terang Paimin saat ditemui reporter Sikap di kediamannya sore ini (24/6).

Lebih lanjut Paimin menjelaskan arti lauk pauk yang ada di tumpeng. Menurutnya aneka lauk pauk melambangkan warna-warni kehidupan manusia. “Kadang tempe, kadang telur, kadang daging. Sepunyanya saja apa, dibawa,” imbuhnya. Lauk pauk itu nantinya akan ditukarkan satu sama lain. Tujuannya adalah agar yang punya tempe juga bisa merasakan daging dan telur, yang punya telur bisa merasakan daging dan telur dan yang punya daging bisa merasakan telur dan tempe. Intinya adalah agar manusia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh manusia lain.

Unsur yang ketiga, yaitu apem memiliki makna sebagai permintaan maaf. Apem adalah makanan yang terbuat dari tepung beras, santan dan ragi. Menurut Paimin, apem sendiri menurut filosofi jawa berarti apura ing ngpura yang berarti saling memaafkan. Tak hanya lauk pauk, apem yang dibawa oleh masing-masing orang akan saling ditukarkan untuk kemudian dibawa pulang dan dimakan bersama dengan keluarga di rumah.

 

Sisi Lain Kondangan Bakdan  

Kondangan Bakdan ternyata tidak hanya diikuti oleh masyarakat yang beragama Islam saja, tetapi seluruh masyarakat. Stephanus Tukija (58), salah satu warga Desa Giriwarno yang merupakan penganut agama Katolik rupanya juga ikut serta dalam acara itu. Menurutnya ia ikut serta dalam kegiatan tersebut karena ia juga ingin ikut melestarikan tradisi yang ada di desa ini. Tak hanya itu ia juga turut berbahagia karena tetangga-tetangganya telah berhasil menjalankan ibadahnya. “Walapun tidak ikut berpuasa saya selalu ikut setiap kali ada Kondangan Bakdan. Untuk melestarikan tradisi dan ikut bersyukur karena tetangga-tetangga berhasil menyelesaikan ibadahnya selama sebulan ini,” jelas Stephanus.

Paimin juga menjelaskan bahwa selain untuk menysukuri ibadah puasa dan melestarikan tradisi, Kondangan Bakdan juga merupakan salah satu sarana untuk mejalin silaturahmi antar warga masyarakat. “Tidak hanya untuk umat Islam saja, siapapun boleh ikut kegiatan ini. Ini kan tradisi leluhur. Siapapun boleh ikut melestarikannya, termasuk yang beragama lain,” ungkap Paimin yang kala itu mengenakan baju koko berwarna putih, senada dengan peci yang ia pakai.

Kondangan Bakdan ini ternyata juga dijadikan sebagai ajang reuni dan kumpul-kumpul warga. Masyarakat yang selama ini merantau ke luar kota dan bahkan ke luar pulau biasanya akan pulang menjelang lebaran seperti ini dan kemudian ikut Kondangan Bakdan. “Masyarakat yang sudah sebelas bulan merantau biasanya pulang terus ikut Kondangan Bakdan, jadi Kondangan Bakdan juga bisa jadi momen untuk reuni,” tambah Paimin. Tradisi yang luhur dan penuh filosofi seperti Kondangan Bakdan memang seharusnya dilestarikan bersama oleh masyarakat, siapapun itu. Jika bukan masyarakat setempat, siapa lagi yang akan melakukannya?



 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.