Header Ads

Hidup Mati Karya Sastra di Tangan Generasi Muda

Ilustrasi minat sastra di kalangan generasi muda. (Sumber: freepik.com)

Sastra pada saat ini mulai kehilangan eksistensinya. Terlebih, remaja dan mahasiswa juga mulai kehilangan ketertarikan terhadap bacaan sejenis sastra. Tak sedikit dari mereka yang menganggap bahwa sastra terkesan kuno, dan sulit dipahami. Hal tersebut diperparah dengan angka literasi di Indonesia yang terbilang cukup rendah.

Sastra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab. Terdapat berbagai macam pemahaman tentang sastra dan definisinya menurut para ahli. Panuti Sudjiman (1990), salah satu ahli sastra mendefinisikan sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya.

Melalui sudut pandang salah satu mahasiswa pegiat sastra, sastra adalah sebuah bagian dari seni yang melengkapi unsur-unsur seni tersebut. Sedangkan menurut Imawan Wichaksana, sebagai mahasiswa yang kurang berminat pada sastra, menuturkan bahwa kebanyakan karya sastra sejauh ini memiliki kesamaan pada gaya bahasa.

Dilansir dari perpustakaan.kemendagri.go.id, berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi. Angka ini tentunya memprihatinkan karena termasuk dalam 10 besar negara dengan tingkat literasi paling rendah. Rendahnya minat literasi tersebut menjadi suatu ancaman bagi keberlangsungan karya sastra di Indonesia.

Selain rendahnya tingkat literasi, salah satu dosen sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Florentinus Galih Adi Utama, S. Sastra, M.A. menjelaskan beberapa kemungkinan yang menyebabkan turunnya minat remaja terhadap sastra.  Menurutnya, sistem pendidikan yang fokus kepada kemampuan menghafal suatu individu menjadi salah satu alasan rendahnya minat generasi muda terhadap sastra.

“Terdapat beberapa kebiasaan yang bisa dijadikan kemungkinan, seperti sistem pendidikan yang sejak dini mengkondisikan pelajar untuk menghafal, bukan membaca dan memahami. Hal ini menimbulkan keengganan dalam diri mereka untuk membaca dan memahami lebih jauh. Selain itu, sastra merupakan ilmu yang memerlukan pemahaman tingkat tinggi dan literasi agar imajinasi dapat bekerja, sehingga tidak semua orang dapat memahami sastra secara rinci,” ujarnya.

Menurut survei dengan responden yang masih pada kalangan mahasiswa, turunnya minat remaja dan mahasiswa terhadap sastra kuno sejauh ini didominasi oleh beberapa alasan seperti sulitnya memahami bahasa sastra yang saat ini sudah jarang digunakan dan kurangnya minat membuat tulisan sastra. Namun di samping itu, banyak pula mahasiswa yang masih ingin membaca dan mengetahui perihal tulisan sastra

Selain unik, bagi mereka, sastra termasuk karya peninggalan nenek moyang yang harus dijaga keberadaannya. Sulitnya memahami bahasa sastra dan kenyataan bahwa sebagian besar sastra kuno adalah peninggalan nenek moyang juga memunculkan kesan unik di mata mahasiswa yang ingin mengenal sastra, terlebih sastra kuno secara lebih jauh.

Beberapa hal tersebut menjadi alasan Joshua Jerusalem, salah satu mahasiswa pegiat sastra yang memutuskan untuk mendalami seluk beluk tentang sastra. Ia menjelaskan sedikit pengalamannya tentang memahami sastra. “Melalui berbagai karya sastra yang pernah saya baca seperti Kitab Pararaton, Negarakertagama, Sutasoma, dan Babad Tanah Jawi, saya berpikir bahwa secara umum karya sastra itu menceritakan hal yang sama, hanya saja diceritakan dalam versi yang berbeda,” ujar Joshua.

Di samping banyaknya stigma dari generasi muda terhadap sastra yang terkesan kuno, bukan berarti keberadaan sastra saat ini perlu dikesampingkan. Sastra justru perlu dilestarikan, karena selain bagian dari budaya, sastra juga salah satu sumber yang dapat kita gunakan untuk mengetahui asal usul kehidupan nenek moyang kita. Tanpa sastra, kecil kemungkinan kita mengetahui asal usul kita sebenarnya. Oleh karena itu, semua elemen masyarakat mulai dari pemerintah, tenaga pendidik, hingga orang tua diharapkan mampu bekerja sama dalam menanamkan kecintaan terhadap karya sastra di kalangan generasi muda. (Maria Sekaringtyas)

Editor: Mohamad Rizky Fabian

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.