Header Ads

Terlalu Tampan: Film yang Tidak Lebih Tampan dari Komiknya

Terlalu Tampan - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Poster film Terlalu Tampan. (Sumber: Wikipedia)

Judul film     : Terlalu Tampan (2019)

Sutradara     : Sabrina Rochelle Kalangie

Penulis naskah    : Nurita Anandia W., Sabrina Rochelle Kalangie

Produser       : Nurita Anandia W.

Produksi     : Visinema Pictures

Genre             : Komedi

Pemain             : Ari Irham, Nikita Willy, Rachel Amanda, Calvin Jeremy, Tarra Budiman

Terlalu Tampan adalah sebuah film adaptasi dari cerita komik di Webtoon yang cukup terkenal. Film ini bercerita tentang seorang remaja bernama Kulin (Ari Irham). Ia terlahir dengan wajah yang sangat tampan yang bisa membuat banyak wanita mimisan bahkan pingsan saat melihat ketampanannya. Oleh sebab itu, Kulin selalu mengurung dirinya di dalam rumah dan tidak pernah berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya.

Keluarga Kulin yang terdiri atas Bu Suk (Iis Dahlia), Pak Archewe (Marcelino) dan Mas Okis (Tarra Budiman) telah melakukan berbagai cara supaya Kulin dapat berinteraksi dengan dunia luar. Sayangnya, Kulin tidak pernah mau menuruti kemauan dari keluarganya. Ia memutuskan untuk berteman dengan ikan peliharaannya dan terus mengurung dirinya di dalam kamar.

Kulin akhirnya berhasil keluar dari penjara yang ia buat sendiri ketika Pak Archewe memutuskan untuk menyekolahkan Kulin di sekolah umum. Dari situlah perjalanan penuh tawa Kulin dimulai. Ia bertemu dengan orang-orang baru dan mengalami beberapa kejadian lucu yang dikemas dengan komedi receh yang mengundang gelak tawa penonton.

Kulin bertemu dengan Kibo (Calvin Jeremy) di sekolah barunya. Watak mereka yang berbeda malah membuat pertemanan mereka kuat. Kulin yang sulit beradaptasi akhirnya berteman dengan Kibo yang karakternya supel dan mudah membaur. Dari sanalah Kulin kemudian bertemu dengan gadis bernama Amanda (Nikita Willy) yang cantik bak ratu dan Rere (Rachel Amanda) yang cuek.

Saya merupakan salah satu penggemar berat dari komik Terlalu Tampan. Saya sudah beberapa kali membaca ulang komik tersebut dan tak pernah merasa bosan. Selain karena kisah yang disajikan sangat ringan, komedi di dalam cerita ini pun terkesan sangat natural. Saya beberapa kali dibuat tertawa oleh cerita di dalam komik ini.

Ketika film ini diangkat ke layar lebar, ada beberapa perubahan terhadap cerita. Salah satu perubahannya adalah penambahan karakter baru dalam film, yakni Kibo. Nampaknya penambahan karakter ini hanya untuk menghidupkan komedi dari film ini. Sayangnya, karakter Kibo terkesan lebih mendominasi daripada keluarga Kulin yang merupakan salah satu karakter penting dalam cerita. Film ini malah lebih banyak menyorot kisah pertemanan antara Kulin dan Kibo, bukannya menyorot kisah keluarga mereka yang unik.

Bukan hanya karakter saja yang diubah, garis besar dari cerita ini pun ikut diubah oleh penulis naskah. Di dalam komik, penulis lebih menonjolkan kisah mengenai keluarga tampan Kulin dan kelucuan dari kegiatan sehari-hari mereka. Sedangkan di dalam film, penulis naskah membuat cerita menjadi sedikit rumit. Mereka menambahkan cerita klise tentang cinta segitiga antara Kulin, Kibo dan Rere. Sebenarnya penambahan cerita tentang cinta ini bukanlah masalah, hanya saja komedi dari cerita menjadi kurang menonjol.

Para penggemar dari komik Terlalu Tampan sudah beberapa kali mengungkapkan kekecewaan mereka kepada Visinema Pictures. Para penggemar termasuk saya merasa heran, bagaimana bisa komik bagus dan sudah punya nama seperti Terlalu Tampan diubah sesuka mereka? Jika saja penulis naskah hanya mengubah beberapa cerita, mungkin penggemar akan memakluminya. Sayangnya, perubahan pada cerita sudah melewati batas hingga banyak yang berpikir bahwa versi komik dan versi film dari Terlalu Tampan adalah dua cerita yang berbeda dengan nama karakter yang sama.

Selain ceritanya yang berubah jauh, banyak yang merasa kecewa pada para pemain dari film Terlalu Tampan ini. Pemain yang memerankan karakter dari Terlalu Tampan sebagian besar adalah pemain-pemain dari kalangan sinetron. Penonton yang sebagian besar adalah generasi milenial tentu tidak menyukai pemain seperti Nikita Willy atau Rachel Amanda memerankan karakter anak muda pada film Terlalu Tampan. Alasannya, bukan karena kemampuan peran mereka yang buruk atau semacamnya, namun lebih karena selera generasi milenial yang sudah bosan dengan pemain-pemain dari kalangan sinetron. Mereka beranggapan bahwa film yang dimainkan oleh Nikita Willy atau Rachel Amanda adalah film yang ceritanya mudah ditebak.

Beberapa kekurangan itu mungkin sedikit termaafkan dengan beberapa adegan lucu dalam film. Meskipun komedi dalam film dikemas secara absurd dan receh, namun penonton berhasil dibuat tertawa karenanya. Hanya saja, saya sedikit menyesali konflik yang dimunculkan dalam film ini. Konflik dalam film ini dibuat terlalu serius, padahal genre dari film ini adalah komedi. Seharusnya konflik tidak perlu terlalu ditonjolkan karena itu akan menyimpang dari genre film. Karena hal itu, adegan-adegan lucu setelah konflik terselesaikan jadi terkesan garing dan tidak lucu lagi.

Menurut saya, film Terlalu Tampan adalah salah satu film yang kurang berhasil. Untuk sebuah film yang diangkat dari sebuah karya yang sudah punya nama sebesar komik Terlalu Tampan, jumlah penonton dari film ini masih jauh dari yang diharapkan. Laporan dari salah satu situs berita di media online, film Terlalu Tampan ini hanya meraih jumlah penonton kurang dari lima ratus ribu. Padahal banyak yang memperkirakan jumlah penonton dari film ini dapat menyaingi jumlah penonton film Dilan 1990 (2018).

Saat ini, masyarakat sudah dapat menilai mana film yang bagus dan layak untuk ditonton. Film dengan embel-embel adaptasi dari sebuah karya terkenal tidak menjamin isi dari film tersebut sebagus karya sebelumnya. Banyak karya-karya bagus dan terkenal yang kemudian menjadi kurang menarik saat diangkat ke layar lebar. Saya hanya berharap, semoga perfilman Indonesia mampu meningkatkan kualitasnya dan mengurangi sesuatu yang klise dalam film. (Yuslin Aprilia)


Editor: Muhammad Hasan Syaifurrizal Al-Anshori


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.