Header Ads

Protokol Kesehatan Kini Jadi Kewajiban



Sanksi sosial dengan membersihkan salah satu masjid (Foto: jtv_tulungagung)

Meskipun beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan era AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru), protokol kesehatan tetap menjadi hal yang wajib dijalankan demi mencegah bertambahnya penularan Covid-19. Seperti salah satu kabupaten di Jawa Timur, yakni Tulungagung, di mana Pemkab Tulungagung terus mengimbau warga untuk wajib mengenakan masker ketika keluar rumah. Beberapa tempat hiburan seperti kafe bahkan telah dibuka dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, salah satunya penyediaan tempat cuci tangan dan hand sanitizer oleh pemilik kafeDaerah yang masuk golongan zona oranye ini menerapkan physical distancing yang terus digalakkan di beberapa tempat seperti klinik, apotek, bank, dan lain-lain. Pembatasan jarak fisik ini dilakukan dengan cara menempelkan selotip merah berbentuk silang di kursi-kursi atau lantai yang tidak boleh ditempati pengunjung. Selain itu, Pemkab Tulungagung juga telah memiliki fasilitas berupa Mobil PCR sendiri, sehingga warga yang ingin melakukan rapid dan swab test tidak akan dikenai biaya apapun.

Peraturan jam malam juga diterapkan di kabupaten yang dipimpin oleh Drs. H. Maryoto Birowo, M.M ini. Langkah tersebut dilakukan untuk membatasi kegiatan orang-orang di jalan dan di tempat nongkrong ketika malam hari. “Jam malam diberlakukan mulai pukul 22.00 – 05.00 WIB. Namun, karena waktu itu aku nggak tahu kalau diberlakukan jam malam lagi, jadi aku nongkrong sama temen-temen sampai malam, sampai akhirnya jam 11 kena razia polisi,” kata narasumber pertama, Gabriel Binjo, Kamis (2/7/2020). Pemuda yang kerap disapa Binjo ini mengungkapkan bahwa dirinya tidak tahu jika peraturan jam malam kembali diterapkan. Pasalnya, peraturan tersebut sempat ditiadakan karena warga telah patuh untuk tidak keluar rumah jika tidak diperlukan. Setelah diperiksa oleh pihak keamanan, Binjo dan beberapa temannya dibawa ke kantor polisi setempat untuk dimintai jaminan berupa KTP serta diberikan nasehat. Keesokan harinya, mereka wajib kembali ke polsek untuk melaksanakan apel pagi dan dilanjut menjalankan sanksi sosial berupa gotong royong membersihkan fasilitas umum seperti masjid, alun-alun, dan makam setempat.

Hampir mirip dengan wilayah di Jawa Timur, wilayah Bali juga menerapkan physical distancing serta penggunaan masker dan hand sanitizer ketika keluar rumah. Kabupaten Badung sendiri, khususnya Desa Jimbaran juga menerapkan jam malam sama halnya seperti yang dilakukan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Jam malam dilakukan mulai pukul 11.00 WITA. “Di Jimbaran di atas jam 11 malam biasanya ada pecalang (polisi adat bali) yang keliling untuk menertibkan dan menjaga keamanan. Beda kalau di jalanan Denpasar sudah mulai ramai lagi, tapi semua orang tetep pakai masker,” ungkap narasumber kedua, Jessica Christine, Kamis (2/7/2020). Hingga kini, tempat pariwisata juga belum dibuka, bahkan beberapa pantai ditutup kembali setelah sempat diprotes warga karena suasananya yang begitu ramai. Menurut keterangan info yang diterima Jessica, pekerja pariwisata di Bali wajib membawa surat keterangan non reaktif rapid test jika ingin bekerja kembali.

Ilustrasi rapid test (Foto: bali.tribunnews.com)


Bahkan pendatang dari luar dengan jalur pesawat wajib mengikuti swab test, sedangkan warga Bali yang hendak keluar pulau diperbolehkan hanya mengikuti rapid test saja sesuai peraturan daerah masing-masing. Khusus untuk Kabupaten Badung sendiri, rapid test diadakan gratis oleh pemerintah setempat dengan hanya menunjukkan kartu domisili Badung. Sayangnya, beberapa puskesmas memiliki persayaratan yang wajib dipenuhi warga yang ingin mengikuti rapid test gratis. Di antara persyaratannya yaitu kepemilikan surat keterangan perjalanan, fotokopi kartu identitas, dan harus rela antre lama. Beberapa rumah sakit di Kabupaten Badung juga telah menyediakan fasilitas rapid test berbayar, tetapi tidak perlu menggunakan persayaratan layaknya rapid test gratis. “Kalau mau yang lebih gampang, nggak ribet pakai syarat keterangan perjalanan bisa pakai yang berbayar, ada fasilitasnya di beberapa rumah sakit. Biayanya tiga ratus lima puluh ribu rupiah,” ucap Jessica, mahasiswi Universitas Udayana yang juga mengikuti rapid test agar bisa pulang kampung ke Surabaya, Jawa Timur.  (Arie Sulistyaning Tyas)

Editor: Ayu Fitmanda Wandira

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.