Header Ads

Public Figure Positif Covid-19, Pandangan Masyarakat: Percaya vs Endorsement

Ilustrasi melindungi keluarga dari bahaya Covid-19. (Sumber: freepik.com)

Sejak Juni 2021, penyebaran Covid-19 di Indonesia mengalami peningkatan drastis. Berdasarkan data dari JHU CSSE per 30 Juni 2021, rata-rata angka penambahan kasus positif Covid-19 per harinya selama sepekan adalah sebanyak 20.693 kasus. Bahkan, Selasa, 6 Juli 2021 kemarin menjadi angka penambahan kasus harian tertinggi selama pandemi berlangsung di tanah air dengan total penambahan sebanyak 31.189 kasus. 
Selain jumlah penambahan kasus yang tinggi, perhatian masyarakat juga tertuju pada beberapa public figure yang juga terinfeksi. 

Dalam dua bulan terakhir, banyak selebritas tanah air mulai dari penyanyi, aktor/aktris, komedian ,hingga influencer yang juga ikut terpapar. Beberapa di antaranya ialah Kiki eks personel CJR, Bunga Citra Lestari (BCL), Indro Warkop, Iko Uwais, Atta Halilintar, pasangan Dinda Hauw dan Rey Mbayang, Febby Rastanti, Roger Danuarta, Pandji Wicaksono, Tasya Farasya, Bintang Emon, Jovial Dalopez, Sarah Viloid, serta Jane Shalimar yang bahkan tutup usia akibat terjangkit Covid-19.

Melalui unggahan di akun Instagram masing-masing, para public figure ini mengonfirmasi kepada awak media dan masyarakat bahwa dirinya positif terpapar virus Covid-19. Beberapa di antaranya turut mengunggah perkembangan kondisi kesehatannya secara rutin hingga kegiatan yang dilakukan selama isolasi mandiri.

Fenomena banyaknya artis yang terjangkit covid-19 dalam jangka waktu berdekatan pun menuai berbagai opini dari masyarakat. Berdasarkan komentar netizen pada unggahan pemberitaan media online, banyak yang turut merasa khawatir sebab akibat kasus Covid-19 sudah sangat parah. Ketakutan tersebut diperparah dengan artis-artis yang taat prokes, sudah divaksin, dan rutin melakukan SWAB PCR juga tidak lepas dari bayang-bayang virus tersebut.

Meski demikian, tidak sedikit netizen yang berkomentar jika hal ini merupakan bagian dari konspirasi belaka. Mereka beranggapan bahwa pandemi ini sengaja dibuat untuk meraup keuntungan. Opini bahwa para public figure di-endorse atau sengaja dibayar pihak-pihak tertentu untuk menyatakan dirinya positif Covid-19 di media sosialnya masing-masing agar masyarakat menjadi panik pun mulai bermunculan.

Tudingan ini tentu tidak datang begitu saja. Seorang personel band Superman Is Dead (SID), Jerinx, menjadi pencetus awal opini endorsement Covid-19. Melalui akun Instagram yang diikuti oleh satu juta akun, Jerinx sering menyuarakan bahwa pandemi ini hanyalah konspirasi belaka. Bahkan di berbagai postingan selebritas yang terpapar, ia sering menuliskan komentar bernada sarkas. Dengan demikian, muncul dua kubu di kalangan masyarakat dengan opini berbeda.

Ketika ada artis yang mempublikasikan dirinya positif Covid-19, beberapa masyarakat sependapat dengan Jerinx  dan menuding bahwa artis tersebut sengaja dibayar. Namun, tidak sedikit pula yang membantah statement tersebut hingga menyebut bahwa pemikiran itu sangatlah konyol. Beberapa selebritas juga dibuat geram dengan tudingan tak berdasar tersebut.

Kedua pandangan ini kemudian ramai diperbincangkan dan tersebar melalui media massa online mapun media sosial. Media memiliki kekuatan untuk mempengaruhi bahkan membentuk pola pikir para audience-nya, sesuai dengan teori pengaruh media Agenda Setting yang dikemukakan pertama kali oleh Walter Lippman.

Melalui berbagai pemberitaan media terkait banyaknya selebritas yang terpapar covid-19 selama sebulan belakangan, membuat adanya pergeseran pola pikir dari sebagian masyarakat. Jika sebelumnya banyak yang masih menganggap covid-19 ini sekadar penyakit biasa dan anak muda tidak akan terpapar,  ramainya pemberitaan terkait selebritas tersebut masyarakat menjadi yakin bahwa Covid-19 itu nyata adanya. Mereka berbondong-bondonga menerapkan protokol kesehatan karena khawatir ikut tertular. Hal ini jelas terlihat melalui komentar-komentar netizen di setiap postingan pemberitaan media online dan media sosial akhir-akhir ini.

Teori Arus Bertahap yang dikemukakan oleh Katz dan Lazarsfeld beranggapan bahwa setiap individu di sebuah komunitas tertentu atau yang dipercaya oleh sekelompok orang, biasa disebut sebagai opinion leader, mampu mempengaruhi sikap dan perubahan perilaku masyarakat yang menjadi pengikut atau penggemarnya.

Beberapa selebritas yang positif Covid-19 seperti Kiki eks personel CJR dan Jovial Dalopez di akun Instagramnya, menganjurkan para followers-nya untuk menaati prokes dan mengurangi mobilitas. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan yang dilakukan oleh Jerinx. Melalui akun Instagramnya, drummer sekaligus penyanyi kelahiran Bali tersebut sering meyakinkan pengikutnya bahwa para seleb di-endorse untuk mempromosikan Covid-19. Orang-orang yang mempercayai Jerinx pun berakhir dengan pola pikir yang sama.

Tercatat, sudah lebih dari 60.000 kasus kematian akibat Covid-19. Media sosial juga dipenuhi dengan kisah pilu netizen yang kehilangan orang-orang terkasihnya akibat paparan virus ini. Cukup konyol rasanya bila menyebut pandemi yang masih berlangsung ini merupakan bagian dari konspirasi. Apalagi jika beranggapan bahwa artis yang positif Covid-19 sengaja dibayar untuk mempromosikan Covid-19, di saat semua orang berusaha sebisa mungkin menjaga kekebalan tubuh dan menaati protokol kesehatan agar terhindar dari virus yang dapat menyebabkan kematian ini.

Opini tidak berbukti bahwa para public figure dibayar pihak tertentu dan covid hanya seperti flu biasa dapat memperparah pandemi ini apabila terus menerus disuarakan. Hal tersebut dikarenakan penganut pandangan ini enggan untuk divaksin dan kurang mematuhi protokol kesehatan. Nantinya, kasus dapat terus meningkat dan memperlambat pemulihan di segala aspek yang terdampak akibat pandemi.

Sebagai masyarakat massa yang setiap hari mengonsumsi konten media online dengan penyebaran informasi yang sangat cepat dan akses yang mudah, kita perlu bijak agar tidak menyerap mentah-mentah informasi yang diterima. Kita sebaiknya mau untuk mencari kebenaran dari suatu informasi melalui situs-situs resmi pemerintah dan tidak berpikiran sempit. Dengan demikian, kita tidak mempersulit keadaan atau membahayakan nyawa orang lain.

Harus berapa ribu orang lagi yang gugur akibat pandemi ini agar kita percaya bahwa Covid-19 ini nyata adanya dan setiap saat kita perlu untuk menaati protokol kesehatan? Mari membuka mata dan sadari bahwa pulihnya negeri ini dari pandemi tergantung pada sikap dan perilaku kita masing-masing. (Patricia Glorinta Br Sinuhaji)


Editor: Wafa' Sholihatun Nisa'

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.