Header Ads

Antologi Puisi Merdeka: Suara Miring

Suara Bagi Pertiwi

oleh Risky Syukur


Mengagumi indahnya bedamu adalah nikmat

Nikmat yang pelan-pelan mengusap mataku lalu berhasil merasukinya

Sekejap semua intuisiku diarahkan untuk mengagumi bedamu

Dari ujung kepala sampai ujung kaki

 

Pernah kau dengar bahwa bedamu itu anak kandung penciptaan?

Kau pasti sudah lupa

Tuhan memilihmu melahirkan anak-anaknya

Itu makanya namamu Ibu Pertiwi

Ibu Ibu Ibu Ibu

 

Cobalah kau lihat nikmat segar di depan matamu

Seorang wanita berkerudung dan wanita berkalung palang sama-sama menyeberangi jalanan kota Jakarta

Mereka tidak melepas genggaman masing-masing sedari awal

Takut kalau-kalau dilepas salah satunya akan tersesat di tengah kemacetan

Maklum mereka hanya manusia yang mengerti kemauan Tuhan tetapi buta lalu lintas

Mereka berpikir bahwa jika mereka berpegangan tangan maka risiko mereka ditabrak dan tersesat akan lebih kecil

 

Akankan mereka sampai padamu, Ibu Pertiwi?

Jangan sampai aku menuduhmu jahanam

Jangan sampai nikmat ini berubah dendam

Jangan sampai mereka kehilangan jejak untuk sampai padamu

 



Perkosa Bumi

oleh Risky Syukur


Ia memperkosa bumi hampir setiap hari

Lalu bercerita bahwa bumi ini masih perawan

Hampir setiap hari pula

 

Ia berdosa dengan tangan kanannya

Lalu bersedekah dengan tangan kirinya

Ia menghujat dengan mata kanannya

Lalu memuji dengan mata kirinya

 

'Aku malas bertobat Tuhan', katanya

'Sungguh aku malas bertobat'

 

Kemarin di hari sabat ia sempat berdoa

'Tuhan, jika Kau lelah di hari kematianku

Tak usahlah menjemputku

Akan kuantar sendiri nyawa ini

Sampai ke pintu surga

Kita bertemu di sana'

 



Sapardi Belum Mati

oleh Risky Syukur


Sayup matamu jelas terlihat dari foto-foto lawas yang diunggah oleh muda-mudi sosialita

Kau terlihat rupawan dengan topi nyantrik dan wajah oval berkerut

Garis wajahmu menyilang satu sama lain

Persis hujan bulan Juni dan kesederhanaan cintamu pada dunia yang bercampur indah dalam alunan syairmu

 

Aneh juga

Mereka tiba-tiba sedih dan beramai-ramai jatuh cinta padamu

Ada yang tahu kau siapa

Ada yang tau apa yang sudah kau buat

Ada juga yang benar-benar jatuh cinta padamu

 

Maka benarlah katamu

'Aku mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu '

Kau harus mati dahulu, agar kau hidup

Begitukah?

 

Beberapa bertanya, 'apakah kau mati dibunuh zaman?

Apakah kau sudah tidak tahan menjadi hujan bulan Juni, yang kau syairkan begitu indah?

Atau apakah cinta Tuhan sudah selesai padamu?

Begitukah?

 

Kau memang sukar dipahami

Namun jika manusia menjadi menang dan kalah dan menang lagi dan kalah lagi di dunia

maka kaulah menang dalam perdebatanmu dengan takdir

 

Kau akhirnya berdamai dengannya

Kaulah menang dalam berbagai cara dunia melihat kekalahan dan ketidakabadian manusia

Kaulah menang atas mati dan hidup abadi dalam jelmaanmu hujan bulan Juni.

Dan cinta Tuhan baru saja dimulai lagi padamu

Terimakasih, Sapardi

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.