Header Ads

Dilema Mahasiswa Rantau

Desain kamar kos. (Sumber: Google)

Pandemi covid-19 di Indonesia sangat mempengaruhi berbagai lapisan masyarakat, salah satunya adalah mahasiswa rantau. Sejak pembelajaran di kampus mulai dilaksanakan daring, mahasiswa banyak yang memutuskan untuk pulang kampung. Hal ini menjadi permasalahan sendiri bagi mereka. Bila mereka pulang, kosnya atau tempat tinggal di kota rantauan jelas kosong dan menganggur. Tetapi di lain sisi, para pemilik kos juga tidak ingin merugi, jadi mereka tetap menagih biaya sewa kosnya meskipun tidak dihuni.

Masalah kos sendiri juga sama peliknya dengan permasalahan UKT dari kampus bagi mahasiswa. Namun jika urusan kampus, mahasiswa biasanya bisa berdemo dan melakukan unjuk rasa. Sedangkan rasanya akan berlebihan bila mengerahkan massa hanya untuk menurunkan harga sewa kos. Banyak cara yang dilakukan oleh mahsiswa untuk mengakali masalah ini. Ada yang tetap membayar kos dengan biaya tetap meski tak dihuni, ada yang melakukan diskusi dengan pemilik kos agar diberi keringanan atau rabat, dan ada juga yang mengemasi semua barang dari kos dan memabawanya pulang. Namun ada siasat lain yang cukup ‘licik’, yaitu dengan menitipkan barang ke temannya yang masih membayar kos.

Sama seperti Kalwia, mahasiswi Universitas Islam Indonesia ini mengaku masih harus membayar uang sewa kos bulanan sejumlah Rp650 ribu. “Ibu kos tetap suruh kita transfer uang sewa bulanan. Walau mulai Juni kemarin didiskon 100 ribu, jadi bayar 550 ribu,” tuturnya melalui telefon. Kalwia juga menyampaikan keluh kesahnya terhadap pengelolaan kos yang sangat tidak menyenangkan. Ia mengeluh karena tagihan sewa kos tetap berjalan, namun kamar kos tidak dibersihkan sama sekali. Teman satu kosnya sempat mengambil barangnya dan menceritakan keadaan kosnya.

Mahasiswa dan kos seperti halnya hubungan yang tak dapat dipisahkan. Di satu sisi, mahasiswa butuh tempat untuk bernaung. Namun di lain sisi, penduduk sekitar yang mencari uang dari menyewakan tempatnya untuk dijadikan kos-kosan. Bila kita melihat dari prespektif romantisme, hubungan mahasiswa dengan kos ini seperti pasangan yang sedang dilanda badai permasalahan. Ada yang meninggalkan, ada yang selingkuh dengan menitipkan ke kos lain, dan ada yang masih setia menetap dan memabayar sewanya.

Pada akhirnya beberapa mahasiswa memilih untuk mengemasi semua barang-barang yang ada di kos untuk dibawa kembali ke kota asal. Mereka juga menunggu kepastian dari kampus perihal perkuliahan mereka. Dengan demikian, mahasiswa rantau tidak perlu membayar uang sewa kos tanpa menempatinya. Hal itu pada akhirnya juga dilakukan oleh Kalwia, mahasiswi semester tengah ini memilih untuk mengemasi barang-barangnya dan dikirim ke kota asalnya, Kendari. Namun juga ada beberapa perabotan yang dititipkan di rumah saudaranya di Magelang. Hal ini dianggap lebih efisien dan murah daripada mengirimkan semua barangnya ke kota asal. (Arnelia Anindya Nariswari)


Editor: Muhammad Hasan Syaifurrizal Al-Anshori

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.