Header Ads

Bahas Tuntas A-Z Empat Konsentrasi


Anindyadevi Aurellia
Gak mau pilih Jurnalistik soalnya kayanya berat dikejar deadline,”
Gak bisa desain. Jadi, meskipun tertarik Advertising, coba konsentrasi lain aja deh!”
“Aku pemalu untuk bicara didepan orang asing, apalagi kalo jumlahnya banyak,”
“Nanti kalau ambil Broadcast cuma bisa kerja di penyiaran media aja, dong?”

Jawaban di atas menjadi tanggapan paling banyak dari mahasiswa/i Ilmu Komunikasi angkatan 2018 ketika ditanya alasan tidak memilih konsentrasi selain yang sudah diidamkan. Mereka ditanya secara acak dan tidak dalam waktu maupun tempat yang bersamaan. Namun, bagaimana sesungguhnya mahasiswa/i ketika terjun dalam konsentrasi tersebut? Tampaknya kita harus membahas satu-persatu.

Ilustrasi Konsentrasi Public Relations. (Dok: Google)
Public Relations, menjadi konsentrasi yang paling banyak diminati hingga angkatan tahun 2017. Saat ini, jumlah mahasiswa/i mencapai 74 orang. Ketika muncul pertanyaan mengapa memilih konsentrasi PR, muncul beberapa tanggapan yakni Humas menjadi konsentrasi yang dirasa lebih cepat untuk lulus. Tanggapan tersebut muncul karena tidak ada mata kuliah pada semester 7 kecuali skripsi. Sementara, mayoritas dari mereka yang memilih konsentrasi ini memang tertarik berdasarkan minat, bahkan tertarik untuk menguji kemampuan diri.

Sika Harum Al-Humairo' Syafitri, berusaha menceritakan pengalaman saat Ia akan memilih konsentrasi PR yang bagi keluarganya tidak cocok untuk kepribadiannya.

“Keluarga merasa aku pendiam, gak pintar bicara di depan orang. Padahal, dari SMA aku memang ingin belajar kehumasan, gak terpikir untuk ambil konsentrasi lain. Dari situ aku jadi tertantang untuk membuktikan kalau aku bisa,” ujar gadis yang baru saja menyelesaikan magang di Ibukota Jakarta tersebut. Menurutnya, ketika memilih pilihan yang memang diinginkan, dalam menjalani akan lebih enjoy dan tidak merasa terbebani. “Tapi, tiap semester pasti ada mata kuliah yang berat, karena harus praktek langsung sampai menemui client. Iuran dana juga tidak sedikit. Ada mata kuliah Public Speaking yang akan ditemui di semester 4, Produksi Media dan Studi Kasus PR di semester 5, dan puncaknya Marketing PR di semester 6. Biarpun sulit, aku jadi bisa menambah portofolio dalam CV,” cerita mahasiswi semester akhir ini.

Sementara itu, Rimadhani Dwi Nur Windasari atau akrab disapa Winda, merasa hal sulit yang Ia hadapi di Public Relations adalah bekerja tim.

“Aku ingin melakukan semua sendiri untuk mendapat hasil yang aku ingin. Jadi, bekerja sama dengan kelompok atau berkumpul dalam membahas sesuatu agak sulit buatku. Karena harus menyatukan ide dan karakter teman-teman,” ujar mahasiswi angkatan 2017 ini.

Saat semester 3, Ia sempat mengambil pekerjaan sampingan di suatu restoran. Baginya, konsentrasi humas memberi pengalaman untuk berkomunikasi dengan orang banyak. Sebaliknya, pengalamannya dalam bekerja juga memberi hal baru untuk meningkatkan interaksi dalam perkuliahan.

“Untuk kalian yang ingin memilih konsentrasi humas, pastikan pilihanmu karena memang ingin. Jangan hanya terpengaruh dari kata orang, pasti kedepannya perkuliahan terasa lebih berat,” tutup Winda.
 
Ilustrasi Konsentrasi Broadcasting. (Dok: Google)
Lain halnya dengan Broadcasting yang menjadi konsentrasi paling sedikit peminatnya. Terhitung pada tahun angkatan 2017, jumlah mahasiswa/i hanya mencapai 17 orang. Banyak persepsi yang hadir mulai dari ketidakinginan bekerja di dunia pertelevisian, hingga kurangnya keahlian saat menemui mata kuliah Dasar-Dasar Broadcasting. Saat muncul tanggapan bahwa memilih penyiaran itu harus mengerti peralatan produksi, Awaludin Gilang Ramadan Putra, alumni konsentrasi penyiaran mencoba menjelaskan. “Memang harus memahami peralatan produksi, tetapi tidak wajib untuk menguasai. Dunia broadcasting itu kompleks, ada banyak bagian dan prosedurnya. Mulai dari hal yang sangat teknis, sampai hal menuntut otak berfikir kreatif dan inovatif,” terang Awal, begitu sapaan akrabnya.

Dalam konsentrasi ini akan menemui mata kuliah PPTV (Produksi Program Televisi). Bagi alumni angkatan 2015 tersebut, mata kuliah PPTV perlu effort tinggi sebab membutuhkan kerjasama tim serta integritas individu ketika membuat program televisi. Saat ini, Awal bekerja di KAME Group sebagai Designer & Content Creator. Meski Ia tidak bekerja di dunia penyiaran, tetapi Ia merasa bisa menerapkan pembelajaran dan integritas semasa kuliah. “Ubah paradigma kalau broadcast hanya bergelut di dunia TV. Tapi bayangkan kalau konten dari kalian dapat merubah kondisi suatu bangsa. Kalian bisa ikut andil dalam bagian produksi konten yang baik, atau bahkan ketika berkaitan dengan regulasi,” pungkas Awal.

Sementara itu Jihan Hanindita, memilih penyiaran karena memang tertarik dengan mata kuliahnya. Mahasiswi yang biasa dipanggil Anin ini, membagikan pengalamannya dalam 2 semester terakhir menempuh konsentrasi penyiaran. “Sangat perlu mengasah kemampuan bekerja teamwork. Karena menghasilkan suatu program yang harus brainstorming bersama. Cari sesuatu yang out of the box sebab jaman semakin maju, dan saingan semakin banyak,“ ungkap perempuan yang ingin bekerja dalam program acara travelling tersebut. Menurutnya menjadi penting untuk mengatur ego, sebab hampir semua produksi dikerjakan secara tim.
 
Ilustrasi Konsentrasi Jurnalistik. (Dok: Google)
Pembahasan berlanjut menuju konsentrasi selanjutnya yakni Jurnalistik. Dalam angkatan 2017 sebanyak 24 orang memilih konsentrasi ini. Dari tanggapan beberapa dosen, memang konsentrasi ini selalu stabil dengan jumlah yang tidak banyak dan hanya dibuka satu kelas saja. Menurut Mufqi Rafif Darmawan, terpaan deadline hingga kesanggupan memahami referensi karya orang lain, memang jadi hal lumrah di konsentrasi jurnalistik.

“Tapi, dari semua itu justru membuat hati, fisik, dan kemampuan kita bertambah dewasa secara tidak sadar. Pernah juga mendapat tanggapan kurang baik dari salah satu dosen hingga diminta revisi seluruh tulisan, tapi aku paham semua terjadi karena rasa cinta terhadap mahasiswanya,” tutur Mufqi, mahasiswa semester akhir tersebut.

Ia mengungkapkan bahwa Jurnalistik bukan sekedar menulis. Ia bisa bertemu banyak orang, mulai dari anak punk sampai pejabat, sehingga skill untuk berkomunikasi sangat penting. Sebab membawa pengaruh terhadap kepekaan mendeskripsikan cerita dalam tulisan.

Mufqi menuturkan untuk mengasah ketrampilan jurnalistik bisa dilakukan di mana saja. Ia sering menulis di Instagram, situs web pribadi, atau membantu teman menulis sebuah tulisan dalam proyeknya.

“Semua pilihan konsentrasi punya tantangannya masing-masing. Hal yang membedakan, apakah kamu ikhlas menerima tempaan didalamnya. Kalau sudah mantap pilih jurnalistik, selamat bertemu dengan dunia yang tidak pernah disangka sebelumnnya. Selamat datang kedewasaan dan kerendahan hati,” ujarnya.

Salah satu alumni konsentrasi Jurnalistik, Kristi Dwi Utami, turut membagikan ceritanya semasa kuliah dulu. Bagi Kristi, setiap hari Ia merasa menemukan pengetahuan baru di dunia jurnalistik. Ia juga tidak menampik bahwa dosen seringkali memberi tugas yang sulit. “Tapi ternyata ketika bertemu dunia kerja, permasalahannya lebih rumit. Jadi bersyukur dulu pernah dapat tugas yang susah,” cerita perempuan yang berprofesi sebagai Wartawan Desk Nusantara Harian Kompas tersebut.

Saat teman-temannya angkatan tahun 2013 lebih banyak yang memilih konsentrasi PR, Ia memilih konsentrasi jurnalistik sebab keingintahuan terhadap cara kerja dan produksi karya jurnalistik. “Kalau bicara tentang deadline, di dunia kerja pun begitu. Jadi kalau mau pilih jurnalistik harus teguh, tekun, dan sabar. Hal sulit yang kalian hadapi akan berguna di dunia kerja. Kalian bisa kerja jadi apa aja, misalnya jadi PR, kalianpun perlu tau seluk-beluk media, agar sanggup manajemen isu dari perusahaan kalian,” pungkasnya dengan santai.
 
Ilustrasi Konsentrasi Advertising. (Dok: Google)
Pembahasan terakhir untuk konsentrasi dengan kreatifitas yang tinggi, yakni Advertising. Terhitung dari angkatan 2017, sebanyak 29 orang memilih konsentrasi tersebut. Banyak yang berminat dengan konsentrasi ini, namun tidak sedikit memilih konsentrasi lain karena beranggapan bahwa kemampuan mendesainnya terbatas. Namun kenyataannya, Nia Siregar, menjadi salah satu mahasiswi advertising yang mengaku dirinya tidak pandai dalam desain grafis.

“Dua semester terakhir sangat menambah ilmu baru. Aku suka menggambar dan melukis, tapi aku tidak lancar menggunakan Photoshop dan Corel. Tapi, setelah mendapat mata kuliah komputer grafis dan desain grafis, aku jadi bisa. Setelah itu ada project kelompok Pimco dan Pita yang menguras tenaga dan pikiran. Konsentrasi advert buatku menyenangkan meski tetap ada deadline dan revisi,” kata mahasiswi semester 6 ini.

Zussatya Wijaya, salah satu teman konsentrasinya, ikut menanggapi hal mengenai kuliah advertising. “Selama 2 semester ini, aku juga senang bisa survive. Apalagi semester 5 kemarin aku dapat cara branding diri, membuat suatu agency dengan kerja tim, dan harus selalu punya ide kreatif,” tambah Tya, begitu akrab disapa.

Jelita S. Putri, adalah salah satu alumni konsentrasi periklanan yang saat ini bekerja di salah satu Digital Agency di Yogyakarta. Ia bercerita bahwa dulu teman-temannya dari angkatan 2014 banyak yang lebih tertarik PR, tetapi Ia lebih tertarik advertising yang baginya seru. Meskipun gambar dan desainnya dirasa masih biasa saja, namun Ia memilih apa yang menjadi ketertarikannya.

“Menurutku advertising jadi paket lengkap di Ilmu Komunikasi. Saat membuat iklan, kita juga belajar public speaking untuk bertemu klien. Dalam konsentrasi iklan juga ada copywriter untuk belajar membuat tulisan yang menarik dan kreatif. Membuat iklan konvensional seperti TVC, atau audio visual juga akan menerapkan ilmu-ilmu dari konsentrasi penyiaran,” jelas perempuan yang bekerja di PT. RWE Bhinda sebagai Business Strategy tersebut.

Jelita menjelaskan pengalamannya saat Ia mulai mempelajari periklanan di bangku kuliah. Dalam pandangannya, konsentrasi periklanan memuat perpaduan antara pengetahuan dan visual karena harus adanya riset dalam pembuatan iklan. Kemampuan dalam mendesain juga dapat terasah dengan sendirinya pada mata kuliah grafis yang tersedia untuk wadah berlatih.

“Itu juga bisa menjadi portofolio kita buat kerja. Kita juga bisa berlatih mengikuti kompetisi seperti tahunku dulu ada Pinasthika, dengan tema membuat produk domestik vs produk luar negeri. Jadi bisa menambah pengalaman,” terangnya. Ia pun berpesan agar mahasiswa tidak perlu ragu ketika ingin memilih konesntrasi advertising, “Karena di advertising diajarin dari dasar, sejak mata kuliah komputer grafis kita pelajari, sampai ke pembuatan iklan yang sudah mulai rumit juga diajari,” tutupnya.

Jadi, bagaimana teman-teman? Sudah bisa memantapkan pilihan untuk input KRS semester 4 besok? Pastinya, pilihlah sesuai dengan keinginan hati dan ketertarikan. Jangan sampai hanya memilih berdasarkan ikut-ikut teman, atau mendengar kabar-kabar yang hanya berdasar “katanya”. Semoga sukses untuk kita semua! (Anindyadevi Aurellia)



Editor: Muhammad Hasan Syaifurrizal Al-Anshori

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.