Kenduri Suara Ibu Indonesia #4 Soroti Penanganan Bencana Aceh dan Sumatera
![]() |
| Potret Peserta Aksi Kenduri dan Doa untuk Indonesia #4. (Sumber: Rahma Aulia) |
Massa menilai bahwa besarnya anggaran yang digunakan untuk MBG berdampak pada minimnya anggaran untuk penanganan bencana. Akibatnya, hingga kini bencana yang terjadi di Sumatera dan Aceh belum ditetapkan sebagai bencana nasional. Hal ini mengundang keprihatinan Suara Ibu Indonesia, sehingga mereka kembali menggelar aksi Kenduri dan Doa Bersama untuk Indonesia.
Aksi dibuka oleh koordinator lapangan, diawali dengan berkumpulnya massa sembari membunyikan panci. Kemudian mereka berseru bersama menyanyikan yel-yel tolak MBG buatan mereka sendiri.
Rika Iffati Farihah, selaku wakil koordinator lapangan menilai pemberian MBG pada saat libur sekolah tidaklah efektif. Rika juga menyoroti mengenai kualitas MBG yang diterima.
“Kami langsung dikasih 10 roti, kan ya nggak mungkin langsung habis dalam sehari. Kalau disimpan lama apa iya layak makan. Akhirnya kan terjadi pemborosan ya, kebuang, gak dimakan,” ujarnya.
Setelah itu, dilanjutkan dengan penyampaian orasi dari masing-masing perwakilan aliansi, seperti perwakilan mahasiswa Aceh dan Sumatera, Suara Ibu Indonesia, Ibu berisik, dan lain-lain.
Salah satu perwakilan dari Suara Ibu Indonesia, Kalis Mardiasih, turut menyampaikan tuntutannya mengenai moratorium MBG.
“Kami dari Suara Ibu Indonesia menuntut untuk moratorium MBG karena akar masalah dari semua penganggaran BNPB dan kekacauan semua sektor di Indonesia selama satu tahun terakhir ini adalah dana MBG yang sangat besar mencapai 1,2 triliun per hari. Sedangkan untuk sektor-sektor lainnya banyak yang dipangkas dan dibebankan kepada daerah,” tegas Kalis.
Fathul Wahid, Rektor Universitas Islam Indonesia, menambahkan bahwa sikap pemerintah terhadap bencana Aceh dan Sumatera sangatlah miris.
“Sumatera harus ada status bencana nasional karena dengan magnitude kerusakan yang terjadi dan kawan-kawan sebelah kan baru menduga ini bukan puncaknya. Karena hujan masih terus turun, kami tentu saja khawatir dan berdoa mudah-mudahan kondisi yang lebih buruk tidak akan terjadi,” imbuhnya.
Selaras dengan pendapat Fathul, Tia Mega Utami, seorang mahasiswi pascasarjana UGM berpendapat bahwa aksi ini sebagai bentuk nyata rakyat bantu rakyat.
“Kami berharap supaya Prabowo utamanya presiden untuk segera merespons bencana yang ada di Sumatera, bukan cuma omon-omon yang ada di sosial media. Justru sosial media membantu kami untuk melihat bagaimana realitas yang ada di Sumatera,” pungkas Tia.
Kegiatan berakhir pada pukul 17.41 WIB, ditutup dengan doa bersama oleh seluruh peserta. Aksi berjalan dengan tertib serta kondusif hingga akhir. (Dania Putri. S dan Rahma Aulia)
Editor: Romadhon dan Pelangi Aulia Ramadhani. A


Tulis Komentarmu