Header Ads

Mengintip Uji Coba Kebijakan STNK yang Kurang Sosialisasi

 

Plang pemberitahuan pengecekan STNK di pintu keluar parkiran kampus. (Sumber: Anggun Falufi Eriyanti)

Keamanan kampus merupakan tanggung jawab seluruh warga kampus mulai dari mahasiswa, dosen, pegawai, hingga elemen lainnya. Hal ini tentu berlaku juga di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta (UPNVY). Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan keamanan di lingkungan kampus, UPNVY menerapkan uji coba pengecekan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) untuk semua kendaraan yang akan keluar dari wilayah kampus. Namun sayangnya, ada beberapa hal yang masih menjadi kontroversi dalam pemberlakuan kebijakan ini.

Kurangnya Informasi Uji Coba STNK

Uji coba kebijakan ini mulai diberlakukan sejak awal perkuliahan semester genap tahun ajaran 2022/2023. Dalam pelaksanaannya, program ini mendapat banyak sorotan dari mahasiswa. Mereka mengetahui aturan ini hanya melalui plang yang terdapat pada pintu masuk dan pintu keluar, tanpa ada pemberitahuan atau sosialisasi sebelumnya.

Dhea Nikmaturrizki mahasiswi Program Studi Hubungan Masyarakat angkatan 2020 mengatakan, bahwa ia tidak mendapatkan sosialisasi apapun terkait kebijakan ini. “Jujur ya, itu (kebijakan STNK) mulai dari tanggal berapa berlakunya, aku tidak tahu,” ujarnya.

Setelah beberapa minggu program ini berjalan, Dhea menilai uji coba belum dilakukan secara teratur. Ia merasa sistem pada kebijakan ini masih perlu dimatangkan kembali. “Kalau memang mau ada kebijakan seperti itu, mungkin lebih dipikirkan lagi sistemnya,” ungkapnya, “dan jika memang ingin dibuat peraturan seperti itu, dilakukan dengan konsisten,” tambahnya.

Mahasiswa program studi Teknik Kimia, Muhammad Aqrom dan Muhammad Haikal menuturkan bahwa mereka merasa aturan ini kurang praktis. “Ribet (sistem pengecekan STNK),” ujar mereka. Walaupun begitu, pada akhirnya mereka bisa memahami alasan mengapa kebijakan pengecekan STNK diberlakukan, “Kemarin sempat ngobrol dengan tukang parkir, ternyata sekarang penagih utang sudah bisa masuk ke area kampus.”

Ketidaktahuan Dekan FISIP

Kurangnya informasi mengenai uji coba ini tidak hanya dirasakan oleh mahasiswa saja, tetapi dirasakan pula oleh pihak Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPNVY.  Machya Astuti Dewi selaku Dekan FISIP mengaku bahwa ia tidak mengetahui apapun mengenai program uji coba ini. “Saya justru tidak tahu. Mungkin itu kebijakan dari universitas yang langsung ke petugas keamanan. Jadi mungkin dari Biro Umum yang menginstruksikan seperti itu,” ungkapnya.

Selama berjalannya praktik program uji coba ini, mahasiswa kerap merasakan keluhan. Banyaknya pengendara yang ingin keluar area kampus ternyata menimbulkan antrean yang panjang dan menyebabkan kemacetan. Mendengar hal ini, Machya berkomentar, “Kalau diperiksa (STNK-nya) berarti sudah mau pulang, ‘kan? Tidak terburu-buru. Jadi bersabar saja, kecuali memang hujan.” Lalu ia menambahkan, “Kalau hujan pun, tidak kehujanan, karena ada di basemen (tempat parkir FISIP),” pungkasnya.

Meskipun mengaku tidak mengetahui uji coba pengecekan STNK, Machya tetap menilai positif kebijakan ini. “Kebijakan muncul itu 'kan pasti ada dasarnya, ya. Dugaan saya, salah satunya mungkin karena ingin memperketat aspek pengamanan,” tuturnya, “jadi kalau dari sisi tujuan, itu sebenarnya maksudnya baik,” tutupnya.

Kebijakan Lama yang Diberlakukan Kembali

Satuan Keamanan Kampus (SKK) sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung terhadap keamanan menjelaskan, bahwa kebijakan ini sebenarnya bukanlah aturan baru, hanya saja memang sempat terhenti beberapa tahun karena pandemi.

Sudarto, salah satu petugas SKK di Kampus I UPNVY menjelaskan, “Sebenarnya itu aturan lama, bahkan sudah tertera di semua pintu masuk. Namun karena saat pandemi jumlah personil (keamanan) berkurang, jadi sempat terhenti selama tiga tahun,” jelasnya, “setelah pandemi, kami ada penambahan personil, sehingga kebijakan ini diterapkan kembali,” tambahnya.

Bahkan Sudarto juga mengatakan bahwa setelah kebijakan ini ditetapkan kembali, ditemukan puluhan motor yang tidak memiliki kelengkapan surat kendaraan. Motor-motor tersebut pada akhirnya diserahkan kepada pihak kepolisian. Menurutnya, hal ini tentu dapat dijadikan sebagai pengingat bagi mahasiswa untuk selalu membawa surat kelengkapan kendaraan.

Selain itu, ia juga mengungkapkan jika sebelumnya sudah pernah menerapkan sistem pemberian karcis bagi kendaraan yang masuk ke wilayah kampus. Namun pada praktiknya, sistem ini ternyata tidak efektif karena kartu karcis mudah dipalsukan. Maka dari itu, program pengecekan STNK ini akhirnya dijadikan sebagai pembenahan dari kebijakan karcis yang tidak efektif.

Ia menilai bahwa kebijakan pengecekan STNK merupakan sistem yang paling efektif dibandingkan sistem-sistem sebelumnya. Apalagi mengingat adanya kejadian kehilangan motor di Kampus I maupun II. “Dulu sebelum ada pengecekan STNK ada kehilangan motor, baik itu di Kampus I ataupun II,” lalu ia melanjutkan, “saya kalau tidak disuruh mengecek (STNK) justru senang. Tapi saya peduli dengan mahasiswa, jangan sampai motornya hilang, kasihan orangtuanya,” pungkasnya.

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Kepala Biro Umum dan Keuangan (Kabiro Umum dan Keuangan) UPNVY,  Setyo Budi Takarina, “Karena pakai stiker bisa dipalsukan, sempat kami buatkan menggunakan Nomor Induk Mahasiswa (NIM), itu juga hanya berjalan sebentar. Lalu kembali lagi memakai STNK. Tujuan utamanya untuk keamanan.”

Polemik dan Kurangnya Sosialisasi Kebijakan

Pengendara yang tidak membawa STNK bisa menggunakan kartu identitas lain. (Sumber: Anggun Falufi Eriyanti)

Setyo Budi menyatakan bahwa kebijakan ini belum diputuskan oleh rektor UPNVY melalui surat keputusan. Untuk sekarang, Biro Umum masih harus memantau, menimbang, dan menilai segala aspek dari berjalannya program ini sebelum akhirnya surat rektor diterbitkan.

Kabiro Umum dan Keuangan UPNVY pun tak memungkiri bahwa pihaknya belum menyosialisasikan pengecekan STNK ini secara masif kepada dekan, ketua jurusan, dan mahasiswa. “Kami baru menginformasikan dari mulut ke mulut,” ujarnya.

Bahkan dalam praktik uji coba ini pun, belum ada sanksi yang akan dikenakan apabila tidak membawa surat kelengkapan kendaraan. Para pengendara yang tidak bisa membuktikan kepemilikan kendaraan masih bisa menggantinya dengan surat identitas, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Sebagai upaya preventif, petugas akan mencatat atau memotret identitas pengendara.

Walaupun tak mengelak mengenai belum adanya sosialisasi terkait kebijakan STNK, tetapi Kabiro Umum dan Keuangan UPNVY menyebutkan bahwa pihaknya telah membuat surat edaran terkait tempat parkir bagi setiap fakultas. “Kalau yang sudah kami buatkan surat edaran, itu mengenai tempat parkir setiap fakultas,” ungkapnya.

Merujuk pada surat edaran tersebut, ia juga menyinggung permasalahan tempat parkir yang berada di mana-mana dan tidak terpusat pada satu titik. Hal ini juga menjadi penyebab sulitnya penyelenggaraan keamanan di kampus UPNVY.

Meskipun surat mengenai tempat parkir sudah diedarkan kepada setiap fakultas, ternyata pada pelaksanaannya belum berjalan dengan baik hingga saat ini. Ia mengutarakan bahwa sempat mendapat teguran karena adanya lahan kosong milik kampus yang tidak digunakan dengan baik.

Sebagai gambaran, Setyo Budi memberikan contoh mengenai apa yang terjadi di Kampus II UPNVY sejak dimulainya perkuliahan luring setelah pandemi. Menurutnya, lahan parkir di timur perumahan Kampus II UPNVY hanya digunakan selama satu setengah minggu. Setelah itu, tidak ada kendaraan yang terparkir di sana dan tempat parkir tersebut tidak dibuka lagi.

Mahasiswa mengantre saat pengecekan STNK. (Sumber: Anggun Falufi Eriyanti)

“Lahan parkir baru yang di sebelah timur perumahan ‘kan tidak pernah dipakai,” tuturnya, “tempat parkirnya kosong, tidak ada kendaraan.” Padahal, tenaga keamanan yang bertanggung jawab atas area parkir tersebut sudah dipersiapkan. Hal ini terjadi karena banyak mahasiswa yang mengeluh, lantaran letak lahan parkir tersebut yang dianggap terlalu jauh dari pintu masuk kampus.

Dengan melihat sudut pandang sebagai pengendara, Setyo Budi mengakui bahwa kebijakan ini memang sulit, “Tidak ada kebijakan yang mengenakkan.” Namun ia meminta semua pihak untuk menjalani dan mengikuti peraturan yang berlaku, “Ya dijalani saja dulu. Awalnya memang ribet, tapi nanti ujungnya tidak akan ribet. Nanti ujungnya pada hasil,” tutupnya. (Anggun Falufi Eriyanti, Elsa Yuniastari)


Editor: Dias Nurul Fajriani

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.