Header Ads

Suarakan Dengan Kreativitas



Suasana seminar REAKSI (Foto: Kuni)
Sebagai makhluk sosial manusia tidak hanya hidup, namun juga berkomunikasi. Komunikasi menjadi kebutuhan setiap individu, tentu mereka membutuhkan media untuk melakukannya. Adanya alat-alat komunikasi tidak hanya membicarakan tentang fungsi, namun lebih dari itu, yaitu kreativitas. Kreativitas diperlukan untuk keluar dari keterbatasan yang ada.
Kreatif menurut James R. Evans (1994) adalah kemampuan dalam menemukan hubungan yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Dalam setiap hal manusia memiliki kreativitas yang beragam. Seorang film maker, jurnalis dan pembuat iklan mempunyai kreativitasnya masing-masing.
Seorang pembuat film, Senoaji Julius mempunyai kreativitas tersendiri dalam setiap karyanya. Ia bebas dalam berkreasi tanpa merasa terpenjara. “Yang namanya perfilman itu ada dua, yaitu kegiatan perfilman dan usaha perfilman. Pasal-pasal di bawah ini kemudian mengatur usaha perfilman, namun tidak mengatur perlindungan, akses, kegiatan perfilman itu enggak,” ungapnya. 
Senoaji Julius pertama kali berkarya pada tahun 1999. Menurutnya, saat itu merupakan waktu yang tepat, karena Departemen Penerangan dan Departemen Sosial dihapuskan oleh Gus Dur. Sehingga, kebebasan berekspresi mulai tumbuh kembali.  Kreativitas dibutuhkan dalam pembuatan karya termasuk film. Menurutnya, sarkasme dan satire dalam sebuah film komedi merupakan kreativitas yang luar biasa.
Di bidang jurnalistik kreativitas sangat dibutuhkan. Jurnalis memiliki risiko tinggi dalam pekerjaannya. Terlebih, saat jurnalis melakukan investigasi, kreativitas dalam menggali informasi adalah kunci utama keberhasilan liputan. Terlebih, tak jarang kekerasan kepada jurnalis sering dilakukan oleh beberapa pihak. 
Tidak hanya di dunia jurnalistik, pekerjaan dalam bidang advertising juga sangat menuntut kreativitas. Namun, sayangnya marak ditemukan plagiat. Plagiarisme menurut KBBI merupakan pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri. 
Lecturer of OAO, Dedi Rokinvisual mengatakan bahwa pada akhirnya brand yang meniru (plagiat) akan turun tingkat kepercayaannya di masyarakat, daripada brand yang ditirunya. ”Orang berhak memilih menjadi creator atau plagiator,” ungkapnya.
Plagiarisme pada akhirnya berpengaruh pada brand image. “Orang yang melakukan plagiat biasanya masih ceper, ketika ilmunya sudah tinggi ia akan semakin kreatif,” imbuhnya. Sehingga, menciptakan ide sendiri dibuktikan dalam iklan yang berbeda lebih menarik perhatian khalayak, daripada iklan yang biasa. Menurutnya kreativitas memang sangat dibutuhkan untuk menciptakan mahakarya. (Kuni Qurota)


Editor: Ganisha Puspitasari

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.