Header Ads

Pro dan Kontra Pembubaran Front Pembela Islam (FPI)

Sumber foto: CNN Indonesia - Achmad Ibrahim

Front Pembela Islam (FPI) resmi dibubarkan secara de facto oleh pemerintah pada 30 Desember 2020 lalu. Pemerintah mencabut status hukum FPI sehingga FPI tidak memiliki kedudukan hukum sebagai organisasi di Indonesia.

Dikutip dari kompas.com, Mahfud MD mengatakan bahwa FPI melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban umum.

"FPI sejak 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas. Tetapi, FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban, keamanan, serta bertentangan dengan hukum, seperti tindak kekerasan, sweeping, razia sepihak, provokasi, dan sebagainya,” kata Mahfud.

Yoga Dirgantara, mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi mengungkapkan bahwa pembubaran FPI merupakan sesuatu hal yang janggal dan tidak sesuai dengan ketentuan Hak Asasi Manusia (HAM).

"FPI akan bangkit kembali, tampaknya sudah barang pasti. Apalagi pengikutnya yang sangat banyak serta semangatnya yang sungguh luar biasa akan memudahkan dalam menyatukan kembali seluruh elemen FPI untuk bersatu dan berjuang kembali," ujar Yoga.

Menurut Yoga, FPI akan secara vokal bergerak lagi. "Karena memang motivasi dan tujuan mereka ialah amar makruf dan nahi munkar. Otomatis mereka akan berani untuk menggaungkan kebenaran dan juga berani bersuara mengenai kemungkaran yang terjadi di mana-mana," ungkapnya.

Namun, pendapat lain disampaikan oleh Ihsanurifqi, mahasiswa jurusan Administrasi Bisnis. Ia mendukung pembubaran FPI karena menurutnya organisasi tersebut bertindak seakan-akan menjadi sebuah negara dengan kewenangan yang luas, bukan sebagai ormas.

 "Sudah sangat wajar jika pemerintah melakukan tindakan tegas karena ketika radikal dipelihara dan didiamkan dapat menjadi sebuah bom waktu yang kapan saja bisa men-Suriahkan Indonesia. Selain itu, doktrin radikal juga sangat mudah diajarkan, tetapi sangat susah untuk dihilangkan," ungkap Rifqi.

Ia kemudian menambahkan bahwa masyarakat Indonesia sendiri harus benar-benar sadar bahwa gerakan seperti itu patut diwaspadai dan jangan sekali-kali disepelekan. 

Dilansir dari medcom.id, setidaknya ada dua potensi kerawanan dari pembubaran ormas tersebut. Pengamat intelijen dan keamanan, Stanislaus Riyanta mengatakan potensi pertama berupa perlawanan terhadap pemerintah sebagai bentuk kekecewaan. "Simpatisan yang berasal dari kelompok lain, termasuk kelompok radikal terorisme, juga sangat mungkin melakukan aksi balas dendam," kata Stanislaus dalam keterangan tertulis, Rabu, 30 Desember 2020.

Kemudian potensi kerawanan kedua, pembubaran ini memicu lahirnya gerakan bawah tanah berideologi sama dengan FPI  dengan nama yang lain. Hal ini sangat mungkin terjadi, sama seperti kejadian saat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan. "Meskipun sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang, tapi HTI tetap melakukan kegiatan dan propaganda ideologi," ungkap Stanislaus. (Kuni Qurota Aini)


Editor: Wafa' Sholihatun Nisa'

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.