Header Ads

Peran Antar Lembaga dalam Mitigasi Bencana

Pelaksana Tugas Kasubbid Pencegahan BPBD DIY Ade Permata Sari saat ditemui diruanganya. (Foto : Fajar Andrian)


Mitigasi bencana dapat diartikan sebagai upaya untuk mengurangi risiko, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran serta peningkatan kemampuan masyarakat. Salah satu bencana alam yang dapat menjadi ancaman serta patut diwaspadai adalah gempa bumi.  Daerah yang berpotensi tinggi mengalamin gempa bumi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sehingga  meningkatkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi gempa bumi menjadi sangat penting bagi masyarakat Jogja.

Berdasarkan Perda DIY Nomor 8 Tahun 2010 pasal 7, penyelenggaraan penanggulangan bencana oleh Pemerintah Daerah merupakan tugas pokok Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dalam hal ini BPBD DIY memiliki fungsi untuk memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan  bencana.

Masyarakat memiliki peran penting dalam mitigasi bencana, untuk mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan ketika terjadi bencana. Upaya yang telah dilakukan dengan membentuk Desa Tangguh Bencana (Destana).

“Sifat mitigasi itu dibagi jadi dua, bersifat struktural yang berkaitan dengan bentuk fisik seperti bangunan tahan gempa dan non struktural mengenai pengetahuan. Destana dan SSB itu masuk non struktural,” ujar Ade Permata Sari selaku Pelaksana Tugas Kasubbid Pencegahan BPBD DIY.

Program Destana dikembangkan berdasarkan prinsip bencana adalah urusan bersama, dimana masyarakat menjadi pelaku utama dalam mitigasi. Setiap tahun ada 25 desa yang dikukuhkan sebagai Destana, hingga tahun ini terdapat 228 yang terdaftar sebagai Destana, dari 301 desa  yang dikaji memiliki potensi bencana. Di akhir pengukuhan, akan dilaksanakan simulasi dalam menghadapi bencana. Selain simulasi, BPBD juga menggelar forum diskusi terkait mitigasi bencana tersebut.

Selain Destana, terdapat juga Sekolah Siaga Bencana (SSB). Dalam rangka menggugah kesadaran seluruh unsur dalam bidang pendidikan baik sebelum, saat, maupun setelah bencana terjadi. Dibentuknya SSB sebagai upaya membangun kesiagaan sekolah terhadap bencana memiliki tujuan khusus untuk membangun budaya siaga dan aman di sekolah. Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas institusi sekolah, dan menyebarluaskan pengetahuan kebencanaan ke masyarakat luas melalui pendidikan.

Ade menambahkan, bahwa selama ini tidak ada kendala dalam memberikan mitigasi. Setiap jenjang memiliki pendekatan yang berbeda. Menurutnya, pendekatan dengan memanfaatkan kearifan lokal lebih mempermudah dalam mitigasi.

Mitigasi bencana tidak dapat dilakukan sendiri, seperti penjelasan dalam  Perda DIY nomor 8 tahun  2010 pasal 21 yang menyatakan bahwa satuan pendidikan berperan serta  dalam menyelenggarakan penanggulangan bencana. Pendidikan dalam hal ini juga memiliki kewajiban menginisiasi secara integrasi pengurangan risiko bencana, baik dalam kurikulum maupun kegiatan lain yang dikoordinasikan bersama dinas terkait.

Analisis Pendidikan Seksi SMA Dinas Pendidikan dan Olahraga DIY, Dyah Tri Palupi menyatakan bahwa secara khusus belum ada materi mengenai mitigasi bencana. Memang secara khusus materi mitigasi bencana belum masuk kurikulum, namun sudah di integrasikan ke mata pelajaran,“ ungkapnya.

Seperti dalam mata pelajaran matematika siswa diajarkan cara  menghitung kekuatan gempa. Di mata pelajaran lain seperti IPA mempelajari ekosistem sebelum, saat, dan setelah gempa. Serta muatan lokal dalam hal ini bahasa Jawa dengan menggunakan tembang sebagai sarana penyampaian mitigasi bencana.

Salah satu pelajar SMA Negeri 1 Samigaluh Jihad Fajri, menyatakan bahwa pengitegrasian mata pelajaran telah diterapkan. Seperti mempelajari  mitigasi bencana dari mata pelajaran geografi. Dalam pelajaran tersebut, terdapat materi tentang pembentukan muka bumi. Materi ini membahas gempa bumi, tsunami, serta bagaimana cara menghadapinya. “Diajari tentang gempa dengan kekuatan tertentu pasti menimbulkan tsunami, serta bagaimana cara menyelamatkan dan bertahan diri,” jelas Dyah Tri Palupi.

Untuk menyusun materi khusus mitigasi tidaklah mudah. Setidaknya harus mengetahui kompetensi yang ingin dicapai, materi mitigasi bencana, proses yang akan dijalankan, serta penilaian yang akan diberikan.  “Kalau mitigasi masuk kurikulum, otomatis ada pelatihan guru, karena guru merupakan garda terdepan dalam mendidik siswa,“ pungkasnya.

Untuk menindaklanjuti instruksi presiden tentang mitigasi bencana masuk kurikulum, Dyah mengaku telah rapat bersama Menteri Pendidikan yang menjabat kala itu, Muhadjir Effendy dan beberapa perwakilan dari daerah lain untuk menyusun road map. Setiap provinsi memiliki ancaman yang berbeda, sehingga memerlukan kajian dan pendekatan yang berbeda juga.

Selain BPBD dan Disdikpora, media juga memiliki peran penting dalam upaya mengurangi risiko bencana. Ketika memberikan informasi secara cepat dan akurat, tentunya akan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. Selain itu, pemberitaan di media massa dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat.

Harian Kedaulatan Rakyat, salah satu surat kabar di DIY dalam memberitakan bencana selalu berpedoman pada kode etik jurnalistik. Menyajikan berita berdasarkan fakta dan data yang akurat, serta dapat memberikan informasi pada masyarakat. “Jangan sampai berita bencana  menjadi bencana itu sendiri, jadi bencana informasi. Kami menekankan bahwa informasi harus berdasar, bukan asumsi semata,“ ujar Agung Purwandono selaku Pemimpin Redaksi krjogja.com. (Fajar Andrian)

Editor: Rieka Yusuf

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.