Header Ads

PPMI Adakan Acara Kolaborasi Diskusi dan Nonton Film “Di Balik Frekuensi”

Acara diskusi dan nonton film. (Sumber: Delima Purnamasari)

Yogyakarta, SIKAP - Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional adakan kegiatan nonton bareng film dokumenter “Di Balik Frekuensi” dan diskusi bertajuk “Memperkarakan Peran Media dan Pers Mahasiswa”. Kegiatan ini merupakan kolaborasi bersama PPMI DK Yogyakarta, Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, dan BPMF Pijar. Acara diselenggarakan di Gedung Filsafat UGM, Jumat (03/06/2022) lalu.

Diskusi ini mengundang tiga narasumber. Pertama, Herlambang P. Wiratraman, seorang Akademisi dari UGM. Kedua, Pito Agustin Rudiana selaku MPO Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta. Ketiga, Adil Al Hasan dari PPMI Nasional.

“Film dan diskusi semacam ini merupakan pengingat bahwa pers mahasiswa dibutuhkan perannya. Baik itu untuk perbaikan kondisi pers atau ruang publik. Terlebih, masih banyak terjadi represi dan pembredelan,” ujar Adil.

Di Balik Frekuensi sendiri merupakan film yang berfokus pada konglomerasi media yang dilakukan oleh segelintir orang. Hal tersebut diceritakan melalui dua kisah, yakni Luviana sebagai jurnalis Metro TV yang terkena PHK serta korban lumpur Lapindo yang berjalan kaki ke Jakarta untuk mencari keadilan.

“Media sering diserang menggunakan UU ITE sehingga UU Pers seolah tidak ada tajinya. Ketika jurnalis ada persoalan justru dilaporkan pada polisi dan menempuh jalur pidana,” ujar Agustin.

Agustin juga mengungkapkan bahwa kasus-kasus yang menimpa pers jarang muncul dipermukaan. Oleh sebab itu, perlindungan menjadi amat penting.

Menurut Herlambang, serangan pers yang terjadi saat ini menjadi rumit karena dilakukan melalui kontra narasi. Meski demikian, menurutnya pers mahasiswa sebenarnya memiliki dua perlindungan yaitu kebebasan pers dan kebebasan akademik.

“Sejauh mereka menjaga kode etik dan melaksanakan standar jurnalisme maka itu pers. Termasuk pers mahasiswa,” tegasnya. Oleh sebab itu, ia berharap pers mahasiswa bisa merawat stamina jurnalisme investigasi sebagai upaya untuk memerangi pendangkalan.

Adil berharap pers mahasiswa bisa memiliki solidaritas dan tidak menjauhi sikap idealismenya. “Semoga pers mahasiswa dapat selalu mengabdi pada publik,” pungkasnya.

Melalui acara ini, peserta diskusi mengaku dapat memperluas pandangannya mengenai dinamika pers mahasiswa. “Aku dapat beberapa hal yang mencerahkan pikiranku, seperti dibukakan pintu. Jadi, aku seharusnya lebih berpikir kritis lagi,” tutur Angga, salah satu peserta diskusi dari UGM. (Razaqa Hariz)

 

Editor: Delima Purnamasari

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.