Header Ads

Berjuang di Tanah Rantau



 
Cover buku. (Bukalapak.com)
Judul               : Berjuang di Tanah Rantau
Penulis             : A. Fuadi, dkk
Penyunting      : Ikhdah Henny & Pritameani
Penerbit           : Bentang Pustaka
Tahun terbit     : 2013
Tebal buku      : xviii + 186 halaman
ISBN               : 978-602-7888-41-8
Harga              : Rp39.000,00

"Seberapa pun beratnya dengan segala keterbatasan yang ada, ketika kita ikhlas dalam mengerjakan dan hanya berharap ridha Allah, Insya Allah semua dapat teratasi dan Allah Swt. akan memudahkan segala urusan kita. Man jadda wajada". Begitu tulis Juwanna Soetomo, Pimred majalah Iqro 2011–2012 BMI Hong Kong.
Di bagian Menembus Keterbatasan dengan Kesungguhan dan Keikhlasan,  Juwanna menjelaskan tentang bagaimana proses penerbitan buku ini yang penuh perjuangan oleh para Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong. Buku ini merupakan kisah nyata dari para perantau di luar negeri, termasuk para BMI.
Mengangkat tema religi, budaya, serta sosial, novel ini menceritakan bagaimana orang-orang menghadapi rintangan dan keharusan bekerja keras untuk meraih angan-angan di negeri orang. Hidup di tanah rantau memang bukan perkara yang mudah untuk dijalani. Beda provinsi, pulau, negara, apalagi benua. Keberanian keluar dari kampung halaman untuk hidup di negeri orang adalah sebuah faktor penting untuk maju. Merantau artinya berani meninggalkan kenyamanan rumah dan keluarga, untuk berjuang mencari sesuatu yang 'belum pasti' di tanah asing. Perjuangan untuk berani berhadapan dengan 'ketidakpastian' dapat mengasah jiwa dan raga seseorang. Merantau juga mendatangkan paling tidak lima keutamaan :

Merantaulah. Gapailah setinggi-tingginya impianmu
Bepergianlah. Maka ada lima keutamaan untukmu
Melipur duka dan memulai penghidupan baru
Memperkaya budi, pergaulan yang terpuji, serta meluaskan ilmu
—Diadaptasi dari bait syair-syair Imam Syafi’i (767–820 M)

Membaca novel yang merupakan bagian dari Man Jadda Wa Jadda series ini akan memberikan banyak pencerahan tentang kehidupan di perantauan. Bagi yang belum pernah merantau, banyak pengalaman-pengalaman nyata dari para penulis yang dituangkan dalam bahasa sederhana namun menggugah. Untuk yang sedang diperantauan, membaca novel ini akan semakin menguatkan kita, yang mungkin acapkali ingin menyerah ketika sedang rindu kampung halaman. Mengingat kembali tujuan awal kita merantau, sebagaimana kisah Kembang Kehidupan dari Umi oleh Ummy Marzudhy.
Kisah indah yang menyejukkan hati siapa saja yang membacanya. Belajar dari sang ibu yang biasa dipanggil umi, hidup ibaratkan sebuah taman. Taman itu akan tampak gersang jika tak ada sekuntum kembang yang tumbuh. Bagi Umi, tangis dan tawa yang mengisi hari-harinya tak lain adalah kembang dari taman kehidupannya. Umi selalu tegar dalam setiap hal. Arumi tak hentinya mengagumi Uminya yang memberikan keteladan tentang ketegaran hati. Berbekal kembang kehidupan dari Umi, perjuangan Arumi dimulai dengan menjadi TKW di Hong Kong. Pada akhirnya, Ia dapat mewujudkan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan di bangku SMA yang sempat tertunda. Perjuangan yang dilalui Arumi tidak mudah. Seperti dua kali mendapat majikan yang sangat bawel, namun berkat dilandasi ibadah dan tujuan membahagiakan Umi serta adik – adiknya, Arumi dapat melaluinya.
Senada dengan cerita tersebut, Mengikhlaskan Cita-Cita untuk Orang Tercinta oleh Elok Halimah juga menceritakan tentang keikhlasan seorang ayah yang merelakan cita-citanya demi anak-anaknya. Dua orang TKW di Hong Kong yang berjuang untuk mewujudkan cita-cita keluarga, meskipun harus mengesampingkan cita-cita sendiri. Bagi orang-orang seperti itu, tak menjadi masalah jika cita-cita mereka tidak terwujud. Terus berjuang dan melihat orang-orang yang dicintai dapat mewujudkan impiannya, sudah mendatangkan kebahagiaan yang luar biasa. Mereka percaya bahwa kerja keras dan doa yang tak pernah putus akan menjawab harapan kita. Ada pula kisah Izmi Aufaa yang berjudul Gyakuten Manrui Home Run :
Kisah seorang mahasiswa di Jepang sebagai penerima beasiswa program D-3 dan ingin melanjutkan Sarjana di Negeri Sakura. Walaupun gagal berkali-kali dan sempat hampir putus asa, namun selalu berusaha bangkit lagi. Ini berkat sebuah kalimat yang dikutip dari Al Qur'an yang membuat Ia bisa menjalani hari - hari dengan tawa :

"Maka, bersabarlah kamu. Sesungguhnya, janji Allah (menolong para kekasih-Nya) (adalah) benar/pasti dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah/shalatlah dengan memuji Tuhan penciptamu pada waktu petang dan pada waktu pagi." (QS. Al-Mukmin [40]: 55).

Enam bulan dilalui dengan belajar dan mengikuti tes universitas memberikan pelajaran berharga untuknya. Ia sadar, mungkin jika Allah langsung memberikan apa yang Ia mau akan membuatnya merasa cukup dan malas belajar.  Ia percaya Allah memang penulis skenario terhebat.
Hadiah Terbaik oleh Ilham Maulana juga mengisahkan hal yang tak jauh beda :
"Aku tersadar. Ketika Allah berkehendak, tidak ada yang dapat menghalangi. Dan, rencana Allah sajalah yang akan terjadi meskipun kadang terlihat tidak mungkin sejak awal." (Hal. 8)
Ilham awalnya sangat ingin mendapatkan beasiswa dan melanjutkan pendidikan ke Australia. Namun, justru mendapatkan kesempatan ke Jerman. Meskipun demikian, di lubuk hati yang paling dalam Ia masih menyimpan keinginan yang besar untuk pergi ke Australia, terutama ke The Australian National University (ANU). Universitas yang selama ini menjadi impiannya. Entah mengapa, pesona Australia begitu berbinar di mata Ilham. Siapa sangka, setelah kembali ke Indonesia selepas menyelesaikan studi di Jerman Ia diberi kesempatan  untuk belajar di ANU. Namun, bukan sebagai mahasiswa, melainkan sebagai staf peneliti di The Australian National University, Canberra. Skenario Allah memang yang paling indah.
Cerita tersebut dapat kita petik sebagai pembelajaran. Meskipun telah mempersiapkan rencana sebaik mungkin dan pada akhirnya berjalan di luar prediksi, itu bukan karena Allah tidak mengabulkan tujuan kita. Namun, Allah sedang mempersiapkan skenario terindah untuk kita. Bisa jadi Allah memberikan lebih dari yang kita impikan. Yang penting terus berikhtiar, berdo'a, dan tetap berprasangka baik.
Dalam novel karya Ahmad Fuadi ini, digambarkan secara jelas bagaimana kisah-kisah perantau dalam menjalani hidupnya selama di perantauan. Siapa bilang hidup di luar negeri selalu menyenangkan. Justru hidup di luar negeri mengajarkan kita kemandirian dan semangat bekerja sama. Harus belajar beradaptasi dengan waktu, cuaca, hingga kebiasaan setempat. Namun, hal ini justru mengajarkan kepada kita bahwa merantau adalah proses mengembara mencari pengalaman hidup. Seperti kalimat yang disisipkan Tussie Ayu Riekasapti dalam penutupan kisah Melangkah Hingga Lelah yang ditulisnya “Mengembaralah, Kawan! Mengembara hingga kakimu letih untuk melangkah dan menjelajah hingga dompetmu terlalu tipis untuk mengeluarkan uang. Karena di dalam perjalanan, kita akan menemukan keindahan Tuhan. Karena dalam perjalanan, kita akan mencintai kampung halamanmu lebih dari sebelumnya."
Lain halnya dalam kisah Berbakti, Harga Mati oleh Awiek Libra. Walaupun mengandung pesan yang hampir sama dengan kisah -kisah lainnya, namun pada kisah ini kita diajak untuk merenungkan kembali tentang orang tua yang telah membesarkan kita dengan penuh kasih sayang. Bagaimanapun kecewanya kita, tidak pernah ada alasan yang memperbolehkan kita mengecewakan orang tua. Pun tentang seorang anak yang tetap memilih kembali merantau, meskipun pernah mendapat kenangan pahit di perantauan. Itu dilakukan semata-mata karena menggenggam sebuah harapan untuk memperbaiki kehidupan keluarganya. Baginya, berbakti adalah harga mati.
Cover buku ini sesuai dengan tulisan yang ada di 12 kisah yang ditulis oleh penulis selain Ahmad Fuadi yaitu sederhana namun penuh makna. Meskipun terdapat sedikit kesalahan penulisan dan temanya mungkin monoton bagi pembaca, namun novel ini mengajarkan banyak kisah inspiratif. Selain menginspirasi, membaca novel ini akan membuat kita semakin berani bermimpi. "Namun, mimpi tanpa target, hanya akan berakhir di angan-angan. Niat dan usaha akan menyetir arah mimpi tersebut". Begitu kira - kira yang ditulis Tessa Filzana Sari dalam Dream Big Dreams.(Ayu Fitmanda Wandira)

Editor: Marcelina Mia Amelia.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.