Header Ads

Kebijakan Tatap Muka Mulai Diberlakukan di Beberapa Sekolah

Kegiatan belajar tatap muka di SDN Susukan. (Sumber foto: Diah Rahayu Agustin)

Pandemi Covid-19 yang sudah berjalan selama hampir 2 tahun mengubah tatanan seluruh bidang kehidupan manusia. Salah satunya adalah kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan secara daring. Sekolah dengan perantara gawai, laptop, maupun komputer ini ternyata menimbulkan berbagai tanggapan di masyarakat. Berbagai tantangan dan rintangan dihadapi bukan hanya oleh guru dan murid, tetapi juga oleh orang tua siswa. Tingkat persebaran yang lebih rendah dibanding sebelumnya memungkinkan sekolah dasar membuat suatu kebijakan baru yaitu “konsultasi” yang dilakukan secara luring.

Program konsultasi ini dibuat karena latar belakang keluh kesah orang tua murid yang ikut merasakan susahnya sekolah. Selain itu, pola belajar anak menjadi tidak efektif dan anak tidak memahami materi secara komprehensif.

“Saat sekolah daring dilaksanakan, kami tidak bisa memantau secara penuh bagaimana perkembangan pengetahuan anak dan bagaimana mereka mengerjakan tugas. Saat kami bandingkan dengan nilai yang didapatkan pada sekolah luring, hasilnya berbeda jauh. Saat tugas daring dikumpulkan mereka mendapatkan nilai 100. Namun, saat diadakan google meeting atau ditanya, mereka kesulitan dan kebingunan untuk mencari jawabannya,” ujar Emi Dwi Nareswari, guru kelas 4 SDN Susukan.

Kondisi SD Negeri Susukan yang menerapkan program konseling tatap muka. (Sumber foto: Diah Rahayu Agustin)
Sebelumnya, pemerintah daerah telah merekomendasikan agar sekolah dapat melakukan konsultasi luring. Pelaksanan konsultasi tersebut dilakukan dengan jumlah murid yang terbatas serta memberlakukan protokol kesehatan. Salah satu cara untuk mengurangi kerumunan dan menjaga agar keadaan tetap terkendali di SD Negeri Susukan yaitu memastikan siswa datang dan pulang tepat waktu. Mereka juga akan bergantian untuk keluar dari kelas.

Orang tua diperkenankan untuk menjemput hingga depan pintu kelas sehingga para murid dapat terkendali satu persatu saat akan keluar kelas. Penyemprotan area sekolah khususnya ruang kelas yang dipakai juga dilakukan secara rutin 2 kali yaitu pagi sebelum pembelajaran dilakukan dan setelah pembelajaran selesai.

Adanya konsultasi luring ini ternyata juga memiliki berbagai rintangan. Salah satunya adalah para murid yang kebingungan dengan model belajar yang digunakan. Hal ini dikarenakan selama 1 tahun lebih mereka mengikuti pembelajaran secara daring.

“Anak-anak seperti kaget dan kebingungan dengan konsultasi luring seperti ini. Perlu adaptasi kembali untuk menjalani kehidupan secara normal,” tutur Emi.

Para guru juga membuat berbagai cara belajar agar murid tetap memahami materi. Seperti pada pelajaran matematika yang dijelaskan ulang saat konsultasi luring. Konsultasi ini lebih menekankan pada materi yang sudah mereka dapatkan pada pembelajaran daring sebelumnya agar mereka fasih dan memahami secara penuh.

Kebijakan yang dilakukan sekarang dirasa sudah efektif untuk dilakukan. Harapannya, metode tatap muka dapat terus dilanjutkan secara bertahap hingga sekolah dapat berjalan normal seperti sebelum pandemi. Dengan pemantauan kegiatan konsultasi ini, dapat menjadi bahan evaluasi untuk menentukan kebijakan apa yang dapat dipakai untuk menyongsong hingga normal seperti semula.

“Kedepannya kami akan mengadakan pembelajaran dengan berbagai cara. Ada anak yang belajar di sekolah secara luring, ada yang mengikuti melalui pembelajaran daring di waktu yang bersamaan. Sehingga hal semacam ini dapat diatasi dengan tepat dan menjadi kebijakan baru nantinya. Harapan kami, konsultasi ini perlahan dapat berproses menjadi tahapan untuk sekolah luring kembali seperti semula,” ucap kepala sekolah SDN Susukan, Endi.

Hal tersebut disambut baik oleh para orang tua murid yang kesulitan mendampingi anaknya selama belajar di rumah. “Saya sangat senang jika kebijakan konsultasi luring ini dilakukan. Saya tidak bisa sepenuhnya menjadi guru bagi anak saya dan tidak bisa menjadi guru yang menjelaskan dengan sabar seperti guru mereka di sekolah. Jika luring, mereka mendapatkan pembelajaran yang baik oleh para guru di sekolah,” ucap Sumarsih, salah seorang wali murid SDN Susukan.

Pelaksanaan kebijakan tatap muka di beberapa SMA di Ponorogo

Sejalan dengan perintah dari Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, beberapa sekolah di Ponorogo Jawa Timur mulai membuka kegiatan belajar-mengajar secara luring. Salah satunya adalah SMA Negeri 1 Badegan.

“Untuk pembelajaran tatap muka, kami sudah melaksanakannya sejak senin lalu. Sudah sekitar dua minggu,” tutur Maya Pangastuti, salah satu guru SMA Negeri 1 Badegan, Selasa (21/9).

Kegiatan belajar offline dengan mematuhi protokol kesehatan di SMA Negeri 1 Badegan (Sumber foto: Yuslin Aprilia)

Guru yang akrab dipanggil Bu Maya ini mengaku bahwa selama kegiatan pembelajaran tatap muka, belum ada keluhan dari para siswa maupun wali murid. Ia menjelaskan bahwa pihak sekolah juga telah membagikan angket untuk mengetahui kesediaan murid dan wali mengenai diadakannya pembelajaran secara luring.

“Justru para wali murid yang menyarankan untuk sekolah luring. Hal ini karena mereka merasa kurang bisa memantau anaknya saat sekolah daring,” tegas Maya.

Menurut Maya, salah satu kendala yang harus dihadapi para guru saat sekolah luring ini adalah waktu yang sangat terbatas. Kegiatan pembelajaran yang dibagi menjadi dua sesi, yakni pagi dan siang hari mengharuskan para guru untuk bergerak cepat. Mereka harus mengulang materi yang sama di sesi kedua.

Meski terdapat kendala, Maya merasa pembelajaran tatap muka lebih minim gangguan dibandingkan pembelajaran daring. Misalnya, sinyal yang kurang baik atau sulitnya memantau perkembangan para siswa. Ia berharap dengan pembelajaran terbatas ini, dapat membantu siswanya untuk menjadi lebih baik lagi ke depannya.

Sejalan dengan yang disampaikan oleh Maya, salah satu wali murid di SMA Negeri 1 Badegan, Katemi, juga menyatakan setuju pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran secara tatap muka. “Kalau kegiatan pembelajaran secara luring, penyampaian ilmunya lebih mudah diterima oleh anak,” jelasnya.

Saat ditanyai mengenai kekhawatirannya terkait pembelajaran tatap muka di tengah Pandemi Covid-19 ini, Katemi menegaskan bahwa ia percaya dengan anaknya. Ia yakin anaknya sudah dewasa dan sudah memahami protokol kesehatan. Dengan begitu, melalui kegiatan pembelajaran tatap muka ini, ia berharap anaknya bisa lebih memahami materi pelajaran dan prestasinya semakin meningkat.

Sementara itu, salah satu murid SMA Negeri 1 Badegan, Nifah Dwi Febriani, juga menuturkan lebih menyukai kegiatan pembelajaran luring dibanding daring. “Kalau kegiatan pembelajaran daring itu bikin jenuh dan kurang memahami materi yang disampaikan para guru,” ungkap Nifah.

Nifah juga menegaskan bahwa kegiatan pembelajaran tatap muka sangat seru dan hampir tidak memiliki kendala. “Kendalanya ya harus mematuhi protokol kesehatan yang sangat ketat. Harus jaga jarak, harus cek suhu, memakai masker, dan cuci tangan terlebih dahulu sebelum masuk kelas,” tutup Nifah. (Diah Rahayu Agustin, Yuslin Aprilia)

Editor: Delima Purnamasari, Mohamad Rizky Fabian

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.