Header Ads

Aksata, Menjawab Tantangan dengan Karya yang Kaya

 

Tampilan Setelah Masuk Virtual Gallery Pameran Diksar Angkatan XX (Tangkapan layar: Arinda Qurnia Yulfidayanti)

Masa pandemi telah melumpuhkan berbagai aspek kehidupan. Banyak aktivitas yang harus berjalan secara terbatas. Meski demikian, jiwa kreativitas tidak dapat dihentikan. Hasrat untuk produktif dalam berkarya tetap perlu untuk disalurkan. Melalui Pameran Pendidikan Dasar Angkatan XX, KSM Fotkom401 berusaha menghadirkan karya di tengah situasi yang serba keterbatasan. Pameran ini mengusung tema Aksata, yang memiliki arti bermakna tak terputus.

Meskipun dalam masa pandemi, pameran ini tetap berlangsung melalui virtual galery dari tanggal 11-13 September 2020. Rangkaian kegiatan dalam pameran ini adalah pembukaan dan Creative Talk dengan Angger Timur di hari pertama, sarasehan serta live accoustic di hari kedua, dan pengumuman pemenang kuis TTS, closing galery, serta live DJ (Disk Jockey) di hari terakhir penyelenggaraan.
 
Reza Dwiki Fathurahman selaku ketua panitia menuturkan, pemilihan tema ini dilatarbelakangi oleh masyarakat khususnya generasi milenial yang telah tergerus arus globalisasi sehingga lupa dengan ciri khas daerah masing-masing. “Tema Aksata ini juga bisa dieksplorasi secara mendalam untuk diekspresikan ke karya fotografi,” tambahnya. Diharapkan dengan adanya tema ini, baik pameris maupun pengunjung menjadi lebih tahu mengenai keunikan serta kearifan lokal yang masih dipertahankan hingga sekarang.
 
Banyak tantangan yang dihadapi oleh pameris ketika mempersiapkan pameran di tengah masa pandemi. Pengambilan foto di lapangan dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker. Reza menyebutkan bahwa kesulitan yang dialami oleh pameris di antaranya adalah pihak yang menjadi objek merasa was-was, ketidakpastian kesediaan objek yang telah dipilih, serta sulitnya berkomunikasi antar pameris yang berada di luar kota.
 
Meski demikian, hal tersebut dapat diatasi oleh para pameris. “Lebih mendalami komunikasi saat pendekatan dengan calon objek foto agar tidak terjadi miskomunikasi serta mendapatkan izin untuk dipotret,” tutur Reza.

"Mbah Gun, Melukis Malam Sejak Pagi" karya Freshi Tirtawati (Tangkapan layar: Arinda Qurnia Yulfidayanti)





 

Pendekatan dengan objek menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Reza, Freshi Tirtawati, sebagai salah satu pameris juga melakukan pendekatan dengan objek fotonya. Dirinya memilih objek foto seorang pembuat batik yang merupakan tetangga dekatnya. Hal ini memudahkan dirinya dalam melakukan pendekatan terhadap objek karena telah mengenalnya sejak lama. Beberapa hari sebelum melakukan pemotretan, dirinya mengunjungi pembuat batik dan berbincang mengenai hal yang ingin ia ketahui. “saya bilang kalau besok mau difoto untuk tugas,” tutur pameris dengan karya berjudul ‘Mbah Gun, Melukis Malam Sejak Pagi’.

Hal serupa juga dilakukan oleh Ekky Ayu Niasari. Dirinya memilih potret Petis Jombang sebagai objek pamerannya. Alasan dipilihnya objek tersebut adalah ia sering membeli petis sehingga tidak butuh waktu lama baginya untuk dekat serta meminta izin untuk memotret. 
“Aku meminta izin ke yang punya pabrik. Setelah itu, aku jelasin ke pegawainya maksud dan tujuanku. Gitu aja. Jadi, saat revisi juga mudah karena sudah sering ke sana,” jelasnya.
 
"Petis Jombang" karya Ekky Ayu Niasari (Tangkapan layar: Arinda Qurnia Yulfidayanti)

Pandemi bukanlah halangan untuk tetap berkarya. Hal ini sejalan dengan apa yang diutarakan Reza bahwa saat ini, banyak developer yang mendukung keberlangsungan pameran dalam jaringan. Terbukti, dalam pameran ini terdapat 30 karya pameris yang ditampilkan. Selain itu, banyaknya mahasiswa yang harus pulang ke kampung halaman justru menjadi sumber variasi karya mengingat tema yang diusung mengangkat kearifan lokal. Alhasil, foto yang dipamerkan tidak hanya potret keunikan di wilayah Yogyakarta namun juga dari daerah lain.
 
Sajian potret dari daerah lain di antaranya terdapat potret “Rumah Kayu di Atas Laut” karya Anshari Tri Wibowo dari Bontang, Kalimantan Timur; “Potret Petis Jombang” karya Ekky Ayu Niasari; “Knalpot Purbalingga” karya Nifar Dhiya Mei Ghina; “Tenun Songket Melayu” karya Agisti Eugenia Milano; “Manuk Sangkep” karya Nathasya Aurelia Caroline Sembiring dari Karo; dan berbagai karya lainnya. 
 
Pameran yang berlangsung secara virtual ini juga menghadirkan berbagai keunggulan. Salah satunya adalah kemudahan akses untuk dapat menikmati karya dalam pameran. Aksata dapat dinikmati oleh siapa pun dan dimana pun karena Fotkom401 membagikan tautan virtual gallery melalui akun Instagram @fotkom401.
 
“Pandemi bukan merupakan penghalang untuk berkarya. Pandemi justru merupakan suatu kesempatan untuk berkarya dengan cara tidak biasa karena karya, kreasi, dan inovasi selalu ada dan tak terbatas,” tutup Reza yang dihubungi melalui layanan pesan Whatsapp. (Arinda Qurnia Yulfidayanti)







Editor: Mohamad Rizky Fabian 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.