Header Ads

Pro dan Kontra Aksi Demo Saat Pandemi

Aksi demo penolakan persyaratan usia dalam seleksi PPDB (SUmber: Detik.com)

Aksi demo di Indonesia pada saat pandemi Covid-19 masih dilakukan di beberapa daerah. Pro-kontra pun muncul dari berbagai pihak. Protokol kesehatan yang telah disosialisasikan pemerintah kepada masyarakat harus diterapkan dalam berbagai aktivitas maupun kegiatan, tak terkecuali dalam pelaksanaan aksi demo tersebut.

Aksi Demo penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) sempat terjadi sekitar pukul 13.00 WIB pada Rabu, (24/06/2020) di depan Gedung DPR/MPR RI. Tujuan aksi ini ialah sebagai penolakan terhadap RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang diselenggarakan DPR selaku Badan Legislatif di tengah pandemi COVID-19 saat ini.

Di kutip dari Kompas TV, Jonah Hamonangan melaporkan terdapat sejumlah peserta aksi yang tidak mengenakan masker, padahal aksi demo tersebut digelar pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta. Selain itu, peserta aksi juga tidak menerapkan physical distancing (jaga jarak).

Dilansir dari Warta Kota, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Yusuf Muhammad Martak mengingatkan massa aksi demo untuk tetap menggunakan masker dan menerapkan physical distancing. “Masker jangan dibuka, tolong jaga jarak, ini untuk kesehatan masing-masing Anda karena nantinya akan kembali ke rumah masing-masing,” ujar Yusuf Martak kepada massa di lokasi aksi demo.

Hal tersebut selaras dengan tanggapan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang tidak mempermasalahkan adanya aksi demonstrasi di tengah merebaknya Covid-19. Namun, ia meminta kepada demonstran untuk menaati protokol pencegahan penularan corona.

Dikutip dari laman Suara.com, aksi demonstrasi kerap terjadi di depan instansi pemerintah di ibu kota. Mulai dari orang tua murid yang protes Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) hingga demo PA 212 yang menentang RUU HIP. Kendati demikian, Anies tak memungkiri demonstrasi yang membuat orang berkerumun memiliki potensi penularan Covid-19 yang tinggi. Namun, ia tetap mengizinkannya dengan syarat menghormati protokol.

Dalam aksi protes terhadap persyaratan usia dalam PPDB pada 29 Juni lalu, terlihat para wali murid menggunakan masker untuk mematuhi protokol kesehatan. Meski demikian, antara peserta demo masih tidak menerapkan pembatasan sosial. Hal ini menandakan bahwa mereka belum betul-betul menerapkan  protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.

Selain itu, aksi demo saat masa pandemi juga dilakukan  mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) di Malang, Jawa Timur pada Kamis (18/6). Tujuan dari aksi ini adalah menuntut penurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di masa pandemi Covid-19 terkait menerapkan kuliah daring sebagai solusi.

Latar belakang mahasiswa melakukan aksi ini lantaran selama pandemi Covid-19, mereka tak memanfaatkan fasilitas fisik kampus sebagai penunjang perkuliahan. Oleh sebab itu, mahasiswa  program Sarjana dan Pascasarjana  dari PTN ternama di Malang tersebut menuntut penurunan UKT.

“Kami sebagai mahasiswa gak mau rugi juga apalagi di masa pandemi kayak gini yang nerapin kuliah daring. Jadi harapan kami pihak kampus menurunkan UKT pada mahasiswanya yang jalur regular,” ujar Eka salah satu mahasiswa program Sarjana Fakultas Ilmu Budaya yang mengikuti aksi tersebut.

“Aksi kami tidak anarkis dan tetap mematuhi protokol kesehatan karena kami juga tau kalau persebaran virus Covid-19 di Jawa Timur paling tinggi dan kami juga tidak ingin saat pulang ke rumah malah membawa virus dan menularkannya pada keluarga kami,  imbuh Eka.

Selama aksi berlangsung, mahasiswa menamakan kelompok aksi tersebut dengan Aliansi Mahasiswa Resah (Amarah) Brawijaya serempak mengenakan pakaian hitam dengan membawa poster ilustrasi yang menyindir kebijakan kampus.

Seorang dosen dari Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi (DTETI) Universitas Gajah Mada memberikan tanggapan mengenai tuntutan penurunan UKT yang hampir terjadi di seluruh Indonesia. Menurutnya hal itu tidaklah salah, apabila dilatarbelakangi dengan alasan yang kuat dan jelas universitas harus menanggapinya.

“Tergantung, demo pasti ada alasannya. Jadi pendemo tidak akan salah, jika ada alasan yang jelas. Sedangkan universitas akan dinilai bersalah, kalau mereka tidak menanggapi,” ujar Afiahayati selaku dosen yang mengajar di program Sarjana Teknologi Informasi UGM.

Sementara itu, kontra terhadap pelaksanaan demo di masa pandemi turut disampaikan oleh Eri Putri Sawichi yang merupakan salah satu tenaga kesehatan. “Demo saat pandemi menjadi kurang pas, ya kan kita tidak tahu satu orang atau orang lain itu terkena Covid-19 atau tidak. Kalau demo kan banyak orang, takutnya timbul cluster baru,” ujarnya.

Selain Eri, Charles Vitalis sebagai Komandan Regu (Danru) Kesehatan di Batalyon kesehatan 1 Kostrad juga berpendapat demikian.Saya tidak setuju dengan adanya demo di tengan pandemi Covid-19, dikarenakan tindakan itu mengumpulkan massa yang berakibat mempercepat perkembangan virus covid-19.”

Sikap tegas melarang aksi demo di tengah pandemi juga diambil oleh Polri saat menjelang peringatan hari buruh pada 1 Mei lalu. "Dengan tegas pihak kepolisian menyampaikan, tidak akan mengeluarkan surat izin aksi unjuk rasa atau demonstrasi itu," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Komisaris Besar Asep Adi Saputra, di Mabes Polri, Senin (20/4). Asep menyatakan keputusan pihaknya ini sejalan dengan Maklumat Kapolri bernomor Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Covid-19.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan pihaknya tidak akan menerbitkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) untuk aksi unjuk rasa selama pandemi virus corona.Menurut Yusri, aksi demonstrasi melanggar aturan PSBB yang diterapkan di Jakarta dan Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020.

"Kan sudah jelas maklumat Kapolri, PSSB juga sudah menyampaikan physical distancing," kata Yusri kepada CNNIndonesia.com, Selasa (21/4). Ia memastikan pihaknya bakal memberikan tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang tetap melakukan aksi demo di tengah pandemi virus corona. Salah satunya dengan membubarkan aksi demo.

Karena ada larangan dari kepolisian untuk melakukan demo maka perayaan hari Buruh Internasional (May Day) yang jatuh pada tanggal 1 Mei, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyerukan agar tidak turun ke jalan. Hal ini untuk mencegah penyebaran virus corona yang melanda di tanah air.

Hingga pada hari Rabu 1 Juli 2020 lalu, para buruh melakukan demo secara virtual. Peserta aksi menyampaikan tuntutannya pada peringatan Hari Buruh Internasional 2020 ini melalui saluran Facebook, Twitter, Instagram, dan pesan grup Whatsapp. Dalam aksinya, FSPMI menampilkan parade foto dan video terkait perjuangan buruh yang diunggah di laman media sosial Facebook suara FSPMI serta twitter dan instagram @fspmi_kspi. 

Selain itu, dalam aksi melalui medsos tersebut para buruh menggunakan tanda pagar (tagar) #TolakOmnibusLaw, #StopPHK dan #LiburkanBuruhDenganUpahTHRPenuh. Aksi demo secara daring ini juga menjadi salah satu alternatif penyampaian aspirasi di masa pandemi. (Shinta Tri Pangestu, Manggarani  Setyaningrum)  


Editor: Rieka Yusuf

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.