Upah Murah Hidup Susah, Suara Buruh Menggema di Malioboro
Potret Aksi Hari Buruh di Malioboro (Sumber: Pelangi Aulia)
Yogyakarta, Sikap— Ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat, termasuk serikat pekerja, mahasiswa, dan organisasi sipil, menggelar aksi memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) di Yogyakarta, Rabu (1/5). Aksi dimulai pukul 10.00 WIB dari Parkiran Abu Bakar Ali dan berakhir di Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
Massa melakukan long march dengan membawa spanduk dan pamflet berisi sindiran serta tuntutan kepada pemerintah. Dalam perjalanan, peserta aksi sempat berhenti di depan Gedung DPRD DIY untuk melakukan orasi secara bergiliran. Sekitar 50 orator dari berbagai organisasi menyuarakan tuntutan mereka, beberapa diantaranya yaitu Serikat Pekerja Gadjah Mada (SEJAGAD), Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (FSP-TSK), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), UJB Bergerak, Front Mahasiswa Nasional, serta perwakilan Pekerja Migran Indonesia.
Koordinator aksi, Irsyad Adi Irawan, menjelaskan bahwa aksi ini merupakan kelanjutan dari perjuangan generasi buruh sebelumnya. “Saat ini kondisi buruh masih terpuruk. Upah murah, PHK meningkat, dan defisit ekonomi semakin menekan kehidupan buruh,” ujarnya. Persiapan aksi dimulai dengan syawalan antar lembaga, diskusi, hingga pelatihan teknis lapangan sebelum mengajak masyarakat umum.
Dalam orasinya, orator menyuarakan keresahan terkait rendahnya upah, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), minimnya perlindungan hukum terhadap pekerja migran, serta ketimpangan ekonomi. “Negara hanya mempercepat ekspor tenaga kerja tanpa mengatur perlindungan. Upah kecil, perlakuan tidak manusiawi, bahkan pembunuhan tidak mendapatkan keadilan,” ujar salah satu perwakilan Pekerja Migran Indonesia.
Sesampainya di Titik Nol, massa kembali melanjutkan orasi. Beberapa tuntutan yang disampaikan di antaranya menaikkan upah minimum provinsi (UMP) Yogyakarta, menurunkan harga kebutuhan hidup, menyediakan transportasi publik yang terjangkau dan inklusif, menciptakan lapangan pekerjaan yang layak, mencabut Omnibus Law Cipta Kerja, mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), serta mengakhiri kekerasan seksual di dunia kerja.
Rauzan Dika Raditya, salah satu peserta menyampaikan bahwa mahasiswa juga ikut bersolidaritas atas keresahan buruh yang tidak mendapat haknya. Ia menyoroti janji pemerintah yang belum terealisasi soal penciptaan lapangan kerja yang layak. “Kami mendesak pemerintah untuk benar-benar memperhatikan kesejahteraan para pekerja,” katanya.
Untuk pengamanan, Polresta Yogyakarta dan Polda DIY menurunkan sebanyak 1.114 personel. Penjagaan difokuskan di kawasan Tugu, Abu Bakar Ali, hingga Titik Nol. "Kami telah berkoordinasi dengan massa aksi dan memastikan keamanan agar tidak disusupi pihak luar. Lalu lintas juga kami atur dengan menempatkan personel di tiap simpang jalan,” ujar Kepala Polisi Resort Yogyakarta Komisaris Besar Aditya Surya Dharma
Aksi berjalan dengan tertib hingga pukul 13.00 WIB dan dilanjutkan oleh kelompok mahasiswa.(Dwi Pratiwi)
Editor : Erlysta Nafa Azhary
Tulis Komentarmu