Header Ads

Merawat Ingatan Dunia Jurnalistik Melalui Monumen Pers Nasional

Koleksi surat kabar di Monumen Pers Nasional (foto: Rieka)


MONUMEN Pers Nasional diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 9 Februari 1978. Museum ini memiliki tugas untuk mendokumentasikan surat kabar dari berbagai media di Indonesia. Selain surat kabar,  terdapat berbagai macam benda yang memiliki nilai sejarah bagi perkembangan pers nasional. Adanya monumen ini dapat menjadi sarana untuk merawat ingatan masyarakat terhadap dunia jurnalistik Indonesia.

Ketika memasuki ruangan utama, pengunjung disuguhi diorama yang menjelaskan perkembangan dunia pers di Indonesia. Monumen ini memiliki berbagai koleksi, seperti pemancar radio kambing, mesin ketik milik Bakrie Soeriatmadja, kamera milik wartawan Udin, pakaian milik wartawan perang Hendro Subroto, patung tokoh pers, dan ruang baca untuk berbagai edisi surat kabar di Indonesia.

Di selasar depan, terdapat papan baca yang sering digunakan masyarakat untuk membaca surat kabar secara gratis. Bagi beberapa masyarakat Solo, surat kabar atau koran digital tidak sepenuhnya menjadi media bacaan. Sebut saja fasilitas papan baca yang telah berdiri sejak  tahun 2014 lalu di Monumen Pers Nasional. Papan baca ini menyediakan empat macam koran fisik yang terdiri dari dua koran nasional dan dua koran lokal Solo.

Di tengah maraknya koran digital saat ini, terlihat masih banyak warga Solo yang memiliki minat tinggi terhadap koran konvensional. Di samping gratis, koran yang disediakan oleh Monumen Pers Nasional ini juga selalu diperbaharui setiap harinya. 

“Saya lebih suka membaca koran fisik daripada koran digital. Soalnya kalau digital itu saya harus cari dulu berita apa yang sedang viral, sedangkan di papan baca ini, koran yang dipasang  sudah berurutan jadi saya tidak perlu balik. Tinggal baca yang ingin saya baca saja,” ujar Ikhsan (31) seorang pengemudi Grab yang beroperasi di Solo.

Papan baca di selasar depan Monumen Pers Nasional (foto: Rieka)

Pembaca koran fisik di papan baca ini kebanyakan dari kalangan orang tua berusia tiga puluh  tahun ke atas. Kebanyakan pembaca lebih sering mencari lowongan kerja atau hanya sekadar mampir untuk menambah wawasan tentang isu-isu menarik yang ada, baik di dalam, maupun di luar Solo. Adapun koran-koran yang dipasang di papan baca berupa Koran Solopos, Kedaulatan Rakyat, Republika, dan Suara Merdeka

“Karena hanya kalangan tertentu saja yang bisa mengakses koran digital, jadi fasilitas papan baca ini sangat membantu masyarakat terutama bagi kalangan bawah yang tidak mengerti internet. Selain gratis, koran yang dipasang juga selalu di-update mbak tiap harinya,” ujar Aris Widodo (51) selaku satpam di Monumen Pers Nasional.

Setiap harinya, ada tujuh satpam yang bergantian bertugas memasang koran di papan baca. Koran biasanya dipasang setiap pukul 5 pagi dan dicopot sekitar pukul sembilan atau sepuluh malam ketika sudah jarang ada pembaca.

“Jadi, papan baca ini dibuat dengan tujuan untuk membudayakan masyarakat solo dalam membaca koran fisik, bukan digital. Juga sebagai literasi masyarakat sekitar Solo,” jelas Felin (28), staf pelayanan informasi Monumen Pers Nasional.

Fasilitas papan baca gratis yang selalu up to date dan tersedia membuat koran fisik dapat bertahan di era digital saat ini. Memilih untuk tidak selalu mengikuti tren koran digital tidak membuat koran konvensional menjadi hilang peminatnya, justru dapat menjadi wadah baru bagi pecinta koran fisik. (Novella Candra Wastika, Fajar Andrian)

Editor: Rizky Fabian, Aqmarina Laili Asyrafi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.